Nama:
Muhammad bin Abdullah
Garis Keturunan Ayah:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ismail as⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya'rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma'ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu'ay ⇒ Ka'ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Hasyim ⇒ Abdul Muthalib ⇒ Abdullah ⇒ Muhammad saw
Garis Keturunan Ibu:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ismail as⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya'rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma'ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu'ay ⇒ Ka'ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Wahab ⇒Aminah ⇒ Muhammad saw
Usia:
62 tahun
Periode sejarah:
570 - 632 M
Tempat diutus (lokasi):
Mekah al-Mukarramah
Jumlah keturunannya (anak):
7 anak (3 laki-laki, 4 perempuan)
Tempat wafat:
Madinah an-Nabawiyah
Sebutan kaumnya:
Bangsa Arab
Di Al-Quran namanya disebutkan
sebanyak: 25 kali secara jelas
Disadari atau tidak, wujud Tuhan pasti dirasakan oleh jiwa manusia baik redup atau
benderang. Manusia menyadari bahwa suatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini mengantarkannya kepada pertanyaan tentang apa yang
akan terjadi sesudah kematian, bahkan menyebabkan manusia berusaha memperoleh
kedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu.
Wujud Tuhan yang dirasakan,
serta hal-ihwal kematian, merupakan dua dari sekian banyak faktor pendorong
manusia untuk berhubungan dengan Tuhan dan memperoleh informasi yang pasti.
Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal itu. Namun, kemurahan Allah
menyebabkan-Nya memilih manusia tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah,
baik untuk periode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia di
setiap waktu dan tempat. Mereka
yang mendapat tugas itulah yang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul
(Utusan Tuhan).
"Tidak satu umat
(kelompok masyarakat) pun kecuali telah pernah diutus kepadanya seorang pembawa
peringatan" (QS Fathir [35]: 24)
Al-Quran juga menyatakan
kepada Nabinya bahwa,
"Kami telah mengutus
nabi-nabi sebelum kamu, di antara mereka ada yang telah kami sampaikan
kisahnya, dan ada pula yang tidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min
[40]: 78)
Al-Quran menyebutkan secara
tegas nama dua puluh
lima Nabi/Rasul; delapan belas di antaranya disebutkan dalam Al-Quran surat
Al-An'am (6): 83-86, sisanya didapatkan dari berbagai ayat.
Nabi Muhammad saw seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf (7): 158 -diutus kepada
seluruh manusia, dan beliau merupakan khataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS
Al-Ahzab [33]: 40).
Al-Quran menegaskan bahwa
para nabi telah pernah diangkat janjinya untuk percaya dan membela Nabi
Muhammad saw
"Dan ingatlah ketika
Allah mengambil perjanjian dan para Nabi, 'Sungguh apa saja yang Aku berikan
kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul
(Muhammad) yang membenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan beriman
kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami mengakui.'" (QS
Ali'Imran [3]: 81)
Allah SWT telah
merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad saw, jauh sebelum kelahiran beliau.
Karena itu pula sementara pakar menyatakan bahwa kematian ayah beliau sebelum
kelahiran, kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, serta ketidakmampuannya
membaca dan menulis merupakan strategi yang dipersiapkan Tuhan kepada beliau
untuk dijadikan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia kelak.
Bahkan ulama lain meyakini
bahwa pemilihan hal-hal tertentu
berkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulan lahir, hijrah, dan
wafatnya pada bulan Rabi'ul Awal (musim bunga). Nama beliau Muhammad (yang
terpuji), ayahnya Abdullah (hamba Allah), ibunya Aminah (yang memberi rasa
aman), kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang tua yang
bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkan bernama Asy-Syifa' (yang
sempurna dan sehat), serta yang menyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang
lapang dada dan mujur). Semuanya
mengisyaratkan keistimewaan berkaitan dengan Nabi Muhammad saw Makna nama-nama
tersebut memiliki kaitan yang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad saw
Al-Quran surat Al-A'raf
(7): 157 juga menginformasikan bahwa Nabi Muhammad saw pada hakikatnya dikenal
oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini antara lain disebabkan mereka
mendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil (QS Al-A'raf [7]:
157).
Menurut pakar agama Islam,
yang ditegaskan oleh Al-Quran itu, dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian
Lama, Kitab Ulangan 33 ayat 2:
"... bahwa Tuhan
telah datang dari Torsina, dan telah terbit untuk mereka itu dari Seir,
kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran."
Pemahaman mereka
berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran" menurut Kitab Pertanjian
Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempat putra Ibrahim -yakni Nabi Ismail- bersama
ibunya Hajar memperoleh air (Zam-Zam). Ini
berarti bahwa tempat tersebut adalah Makkah, dan
dengan demikian yang
tercantum dalam Kitab Ulangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya
cahaya wahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa a.s., Seir tempat Nabi Isa a.s.
, dan Makkah tempat Nabi Muhammad saw. Sejarah membuktikan bahwa beliau satu-satunya
Nabi dari Makkah.
Karena itu pula wajar jika
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146 menyatakan bahkan mereka itu mengenalnya
(Muhammad saw), sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, bahkan salah
seorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaitu Abdullah bin
Salam pernah berkata, "Kami lebih mengenal dan lebih yakin tentang
kenabian Muhammad saw daripada pengenalan dan keyakinan kami tentang anak-anak
kami. Siapa tahu pasangan kami menyeleweng."
Ada beberapa ayat Al-Quran
yang berbicara tentang Nabi Muhammad saw sebelum kenabian beliau. Antara lain,
"Bukankah Dia
(Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu, dan Dia
mendapatimu bimbang, lalu Dia memberi petunjuk kepadamu, dan Dia mendapatimu
dalam keadaan kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha
[93]: 6-8)
Beliau yatim sejak di dalam
kandungan, kemudian dipelihara dan dilindungi oleh paman dan kakeknya. Beliau
hidup di dalam keresahan dan kebimbangan melihat sikap masyarakatnya, lalu
Allah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi dan Rasul. Beliau
hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkan warisan untuknya, kecuali
beberapa ekor kambing dan harta lainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan, khususnya menjelang dan saat
hidup berumah tangga dengan istrinya, Khadijah a.s.
Ayat lain yang oleh ulama
dianggap berbicara tentang Nabi Muhammad saw pada masa kanak-kanaknya, adalah
surat Alam Nasyrah ayat pertama:
"Bukankah Kami
(Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?"
Sebagian ulama mengartikan
kata nasyrah dengan "memotong/membedah." Memang, bila dikaitkan
dengan sesuatu yang bersifat materi, artinya demikian. Apabila dikaitkan dengan
sesuatu yang bersifat nonmateri, kata itu mengandung arti membuka, memberi
pemahaman, menganugerahkan ketenangan dan semaknanya. Yang mengaitkan dengan
hal-hal materi berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang
"pembedahan" yang pernah dilakukan oleh para malaikat terhadap Nabi
Muhammad saw kala beliau remaja. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh
mufasir An -Naisaburi.
Tetapi sepanjang penelitian
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, kata tersebut dengan berbagai bentuknya terulang
sebanyak 5 kali, dan tidak satu pun yang digunakan dengan arti harfiah, apalagi
bermakna pembedahan. Akan lebih jelas lagi jika hal itu disejajarkan dengan
ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa a.s. di dalam Al-Quran.
"Wahai Tuhanku,
lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan
lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28)
Selanjutnya Al-Quran
menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah membaca satu kitab atau menulis
satu kata sebelum datangnya wahyu Al-Quran.
"Engkau tidak pernah
membaca satu kitab pun sebelumnya (Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan
dengan tanganmu, (andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan
benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS Al-'Ankabut [29]: 48).
Ayat ini secara pasti
menyatakan bahwa beliau saw adalah orang yang tidak pandai membaca dan menulis.
Banyak ulama yang memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi saw menganjurkan
umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri tidak melakukannya,
karena Allah SWT ingin menjadikan beliau sebagai bukti bahwa informasi yang
diperolehnya benar-benar bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah SWT
Ada juga ulama yang
memahami bahwa ketidakmampuan beliau membaca hanya terbatas sampai sebelum
terbukti kebenaran ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah
hijrah ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya ide ini
dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang terdapat pada ayat
di atas.
Memang, kata ummi hanya
ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS Al-A'raf [7] 157 dan 158), dan keduanya
menjadi sifat Nabi Muhammad saw Memang kedua ayat itu turun di Makkah, meskipun
ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan,
"Dia (Allah) yang
mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta huruf), seorang Rasul di antara
mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2)
Di sisi lain, harus
disadari bahwa masyarakat beliau ketika itu menganggap kemampuan menulis
sebagai bukti kelemahan seseorang.
Pada masa itu sarana
tulis-menulis amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan hafalan.
Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini
merupakan kekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis, dan
ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia bermohon: "Jangan beri
tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis) bagi kami adalah aib."
Memang, nilai-nilai dalam
masyarakat berubah, sehingga apa yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi
sebelumnya dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting
masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah diperoleh.
Berkenalan dengan
Khadijah
Ketika Muhammad mencapai
usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari
ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah
keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan
dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani
pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat
dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas,
membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk
Mekkah.
Seseorang yang telah
mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda
yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku
Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok
daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat
Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam
perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan
Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang
lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun
jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad
berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih
memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status
janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena
pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan
perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin
bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia
lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih
penting.
Ketika Muhammad berumur 35
tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula
yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di
tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya
yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar
Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya”.
Diriwayatkan pula bahwa
Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat
sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi
orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan
dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa
di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras,
berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang
memiliki arti “yang benar”.
Muhammad dilahirkan di
tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan
pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira’
sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali
sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan
sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut
dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya
memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam sekitar
tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua
Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan
wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa
membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi
jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang
mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama
yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari
menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39
tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan
matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa
ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk
menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara
bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang
istri.
Untuk lebih menenangkan
hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu
Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari
kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad,
Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi.
Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah
datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan
memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya
secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah
diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab
bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qur??n (bacaan). Kebanyakan
ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan
dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang
diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan
persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah
digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka yang
menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.
Nabi Muhammad Mendapatkan
Pengikut
Selama tiga tahun pertama,
Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan
kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad
adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain
Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad
mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti
Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah
bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua
pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Akibat halangan dari
masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya,
disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya
membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah,
memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka
dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke
Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.
Di Mekkah terdapat Ka’bah
yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai
suku berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan
berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil
peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan
seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama
menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah
di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut
Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan
orang-orang Islam Mekkah.
Tahun berikutnya,
sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui
Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu
pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan
tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke
Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.
Mengetahui bahwa banyak
masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah
berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan
berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk
mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung
selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya
berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai
Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan
(kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas
beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui
hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya
dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan
pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak
Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.
Penaklukan Mekkah
Pada tahun ke-8 setelah
berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam
sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk
menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada
tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia
kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam
menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling
Ka’bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama
Islam di kota Mekkah.
Seperti nabi dan rasul
sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya seorang nabi,
seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah dikisahkan dalam beberapan kitab
suci ajaran samawi, kemudian dikisahkan pula terjadi pertanda pada masa didalam
kandungan, masa kecil dan remaja. Kemudian Muhammad diyakini diberikan mukjizat
selama kenabiannya.
Dalam syariat Islam,
mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an, karena pada masa itu bangsa Arab
memiliki kebudayaan sastra yang cukup tinggi dan Muhammad sendiri adalah orang
yang buta huruf, yang diyakini oleh umat muslim mustahil dikarang olehnya.
Selain itu, Muhammad juga diyakini pula oleh umat Islam pernah membelah bulan
pada masa penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj dalam waktu
tidak sampai satu hari. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah
kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.
Berikut adalah penggambaran
sosok Muhammad dari salah satu istinya yaitu Aisyah, sepupunya Ali bin Abi
Thalib, para sahabatnya, serta orang terakhir yang masih hidup yang kala itu
sempat melihat sosoknya secara langsung, yaitu Abu Taufik.
Aisyah dan Ali bin Abi
Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian Muhammad, di
antaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan, terurai hingga bahu.
Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang
matanya hitam dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut
sepanjang sekepalan telapak tangannya.
Tulang kepala besar dan
bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek,
berpostur kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus
memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik
memanjang.
Apabila berjalan cenderung
cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau melangkah
dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya
secara bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia
adalah penutup para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling
berlapang dada, paling jujur ucapannya, paling bertanggung jawab dan paling
baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya pasti akan menyukainya.
Setiap orang yang bertemu
Muhammad pasti akan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya,
baik sebelum maupun sesudahnya.” Begitulah Muhammad di mata khalayak, akhlaknya
yang sangat mulia digambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam:
4)
Dalam hadits riwayat
Bukhari, Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot
hitam dengan uban.
Dalam satu hadits
diterangkan mengenai corak fisik Muhammad, yaitu ia bertubuh sedang, kulitnya
berwarna cerah tidak terlalu putih dan tidak pula hitam. Rambutnya berombak.
Ketika Muhammad wafat uban yang tumbuh di rambut dan janggutnya masih sedikit.
Anas juga mengatakan bahwa
Muhammad memiliki tinggi sedang, tidak tinggi sekali ataupun pendek, tegap.
Bila ia berjalan sangat gesit dengan tubuh condong sedikit kedepan.
Bara’a bin Aazib mengatakan
bahwa Muhammad memiliki tinggi yang sedang, dengan tulang pundak bidang.
Rambutnya cukup tebal, panjang sampai batas telinga.
Ali bin Abi Thalib
meriwayatkan bahwa Muhammad tidaklah tinggi dan juga pendek. Telapak tangan dan
kaki beliau padat berisi. Ia memiliki kepala yang agak besar dan kuat.
Bulu-bulu halus tumbuh di dadanya dan terus kebawah sampai pusar. Jika
berjalan, melangkahnya seolah-olah seperti turun (meloncat) dari suatu
ketinggian. Ditambahkan pula bahwa Ali belum pernah melihat orang sepertinya di
antara sahabatnya sesudah wwafatnya Muhammad.
Ali menambahkan bahwa
Muhammad memiliki rambut lurus sedikit berombak. Tidak gemuk dan tidak terlalu
besar, berperawak baik dan tegak. Warna kulit cerah, matanya hitam dengan bulu
mata yang panjang. Persendian tulang yang kuat dada, tangan dan kakinya kekar.
Tidak memiliki bulu yang tebal tetapi hanya tipis dari dada sampai pusarnya.
Jika berbicara dengan seseorang, maka ia akan menghadapkan wajahnya keorang
tersebut dengan penuh perhatian. Diantara bahunya ada tanda kenabian. Muhammad
orang yan baik hatinya dan paling jujur, orang yang paling dirindukan dan
sebaik-baiknya keturunan. Siapa saja yang mendekati dan bergaul dengannya maka
akan langsung merasa terhormat, khidmat, menghargai dan mencintainya.
Hind bin Abi Halah mendapat
cerita dari Hasan bin Ali mengatakan bahwa Muhammad memiliki pribadi mulia dan
sangat agung jika orang melihatnya. Wajahnya bercahaya seperti bulan purnama.
Ia sedikit lebih tinggi dari rata-rata orang tapi lebih pendek dari orang yang
jangkung. Kepalanya lebih besar dari rata-rata orang dan rambutnya agak
keriting (berombak) agak panjang hingga mencapai kuping dan dibelah tengah.
Kulit berwarna cerah dahinya agak lebar. Alis matanya melengkung hitam dan
tebal, di antara alisnya nampak urat darah halus yang berdenyut bila sedang
emosi.
Hidungnya agak melengkung
dan mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol jika pertama kali
melihatnya padahal sebenarnya tidak. Berjanggut tipit tapi penuh rata sampai
pipi. Mulutnya sedang, giginya putih cemerlang dan agak renggang. Pundaknya
bagus dan kokoh, seperti dicor perak. Anggota tubuh lainnya normal dan
proporsional. Dada dan pinggangnya seimbang dengan ukurannya. Tulang belikatnya
cukup lebar, bagian-bagian tubuhnya tidak tertutup bulu lebat, bersih dan
bercahaya. Kecuali bulu halus yang tumbuh dari dada hingga pusar.
Lengan dan dada bagian atas
berbulu. Pergelangan tangannya cukup panjang, telapak tangannya agak lebar
serta tangan dan kakinya berisi, jari-jari tangan dan kaki cukup langsing. Jika
berjalan agak condong kedepan melangkah dengan anggun serta berjalan dengan
cepat dan sering melihat kebawah dari pada keatas. Jika berhadapan dengan orang
maka ia memandang orang itu dengan penuh perhatian dan tidak pernah melototi
seseorang dan pandangannya menyejukkan. Selalu berjalan agak dibelakang,
terutama jika saat melakukan perjalanan jarak jauh dan ia selalu menyapa orang
lain terlebih dahulu.
Dari kisah Jabir bin
Samurah meriwayatkan bahwa Muhammad memiliki mulut yang agak lebar, di matanya
terlihat juga garis-garis merahnya, serta tumitnya langsing. Jabir (ra) juga meriwayatkan
bahwa ia berkesempatan melihat Muhammad di bawah sinar rembulan, ia juga
memperhatikan pula rembulan tersebut, baginya Muhammad lebih indah dari
rembulan tersebut.
Abu Ishaq mengemukakan
bahwa, Bara’a bin Aazib pernah berkata, bahwa rona Muhammad lebih mirip purnama
yang cerah.
Abu Hurairah mengatakan
bahwa Muhammad sangatlah rupawan, seperti dibentuk dari perak. Rambutnya
cenderung berombak dan Abu Hurairah belum pernah melihat orang yang lebih baik
dari dan lebih tampan dari Muhammad, rona mukanya secemerlang matahari dan
tidak pernah melihat orang yang secepatnya. Seolah-olah tanah digulung oleh
langkah-langkah Muhammad jika sedang berjalan. Dikatakan jika Abu Hurairah dan
yang lainnya berusaha mengimbangi jalannya Muhammad dan nampak ia seperti
berjalan santai saja.
Jabir bin Abdullah
mengatakan, Muhammad pernah bersabda bahwa ia pernah menyaksikan gambaran
tentang para nabi. Diantaranya adalah Musa berperawakan langsing seperti
orang-orang dari Suku Shannah, dan melihat Isa yang mirip salah seorang
sahabatnya yang bernama Urwah bin Mas’ud dan ketika melihat Ibrahim dikatakan
sangat mirip dengan dirinya sendiri (Muhammad), kemudian Muhammad juga
mengatakan bahwa ia pernah melihat Malaikat Jibril yang mirip dengan Dehya
Kalbi.[24]
Said al Jahiri mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Abu Taufik berkata bahwa pada saat ini tidak ada lagi
yang masih hidup orang yang pernah melihat secara langsung Muhammad kecuali
dirinya sendiri dan Muhammad memiliki roman muka sangat cerah dan perawakanna
sangat baik.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa
gigi depan Muhammad agak renggang tidak terlalu rapat dan jika bericara nampak
putih berkilau.
Selama hidupnya Muhammad
menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal
ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25
tahun hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,
sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya
Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah,
Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda
binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad
akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi
beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan di
antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara
lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu
dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau
memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk
menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).
Dalam mengemban misi
dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi
bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya
hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi
Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.
Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama
mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau
diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).