Nama: Isa bin Maryam binti Imran,
Maryam adalah nama Ibunya(catatan : Tidak ada dari para nabi yang dinasabkan
ke Ibunya, kecuali Isa dan Yunus)
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ishaq as ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu'az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud as ⇒ Sulaiman as ⇒ Rahab'am ⇒ Radim ⇒ Yahusafat ⇒ Barid ⇒ Nausa ⇒ Nawas ⇒ Amsaya ⇒ Izazaya ⇒ Au'am ⇒ Ahrif ⇒ Hizkil ⇒ Misyam ⇒ Amur ⇒ Sahim ⇒ Imran ⇒ Maryam ⇒ Isa as
Usia: 33 tahun
Periode sejarah: 1 SM - 32 M
Tempat diutus (lokasi): Palestina
Jumlah keturunannya (anaknya): -
Tempat wafat: Diangkat oleh Allah
ke langit
Sebutan kaumnya: Bani Israil
Jumlah penyebutan di Al-Quran: di dalam Al-Qur'an nama Isadisebutkan
sebanyak 21 kali, sebutan al-Masih sebanyak 11
kali, dan sebutan Ibnu (Putra) Maryam sebanyak 23
kali
Matahari tampak akan
tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak
mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan
sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar
suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan.
Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur
kepadaAllahSWT.
Seekor burung hinggap di
jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari
serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya.
Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk
menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh
di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan
menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para
malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam, sesungguhnya
Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala
wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak
wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan
kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada
hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Di
tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu.
Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan
tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Beliau
menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan kelemahan manusiawi dan
adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan kelemahan, maka
bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan yang demikian ini justru
membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul
tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika
malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu,
menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa
dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang
sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah memilihnya dan
menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia. Beliau adalah
wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah
kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran:
43)
Perintah tersebut
ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan
kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap
pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar
akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi
perasaan itu semakin menguat saat ini.
Matahari meninggalkan
tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan duduk di atas
singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan
putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam
salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu
beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di
antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang hanya ditempuh
beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia sehingga tak
seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi
Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon
mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia
memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua malam
yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar
suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar suara kaki yang
berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta
pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia
menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua
matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di
sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang kepada
wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang itu sangat aneh,
di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya
memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan
kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang
dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki
kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun.
Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan
orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai
Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya.
Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku
berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah
lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah
engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang
suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum
selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi cahaya yang
menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu,
cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih.
Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku
adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau
begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah
berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya
dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di depannya dalam bentuk
manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar
apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang
menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan bahwa ia
adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi Maryam seorang anak
laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya adalah seorang perawan yang
belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah dan belum dilamar oleh
seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa melalui pernikahan.
Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada
Jibril:
“Maryam berkata:
Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang
manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata:
“Demikianlah Tuhanmu
berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya
suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu
perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima
kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah
perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan
terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh
seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah
dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita.
Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya manusia diciptakan
melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu,
tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi.
Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah
menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan
kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang
terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah
dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran:
45-46)
Keheranan Maryam semakian
bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya ia
telahmengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu akan berbicara
dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk
melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara
ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum
pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan
memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril yang
suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah
bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera kembali ke mihrabnya.
Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun
menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta
kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril
meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan
tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam
perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan
ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan menjadi
seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur
dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia membuka kedua
matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab dipenuhi dengan
buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia
mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana
kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat
Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali
ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya
sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian
buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau
tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan
dengan baik." Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi
hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak
merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan sesuatu telah
bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil,
kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan
yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak
mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara langsung
sebagai mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam
keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari
itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya membimbingnya
untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa
dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya; tempat yang tidak
diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang
mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang
menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam
sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam
duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai
merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya,
Maryam melahirkan:
“Maka rasa sakit akan
melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata:
‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang
tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan
anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang
segera menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang
mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita
yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah
manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seseorang
pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan mulai
menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia kepadanya dan
bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan
kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan
dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya:
“Janganlah kamu bersedih
hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan
buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika
kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih
yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya tidak
keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut
dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu
berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya
agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian
buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya sehingga
hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak berpikir tentang
sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka hendaklah ia
berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk berpuasa dan
tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam melihat al-Masih
dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat tetapi ia
langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan
memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu
menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang
ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya segala
sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar. Belum lama ia
menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma yang masih muda dan
lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia memangku anaknya dengan penuh
kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan
kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan dan kegelisahan
menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Ia
bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan menyambutnya,
apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap
Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam
melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka
terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang di
antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa langit telah
memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan
Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan
waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam
menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka
duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati pasar
itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang didekapnya.
Salah seorang bertanya: “Bukankah
ini Maryam yang masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk berkata: “Itu
adalah anaknya.” Mari kita
dengar cerita apa yang akan disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai
“mengepung” dengan berbagai macam pertanyaan: “Anak
siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak mengembalikannya, apakah itu
memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan membawa seorang anak sedangkan
engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai saudara perempuan
Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan
pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu mendengarkan
sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa perkataan mereka
memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia
seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur?
Lalu mengapa semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam
tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan
cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin
sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah
anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang yang ada di
situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari berbicara dan
meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para pembesar Yahudi
bertanya: “Bagaimana
mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru lahir
beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya” Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)
Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini
hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku seorang
nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada,
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama
aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang
sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari
aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa
menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari kalangan
Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat terjadi di
depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil
yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT
telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa
kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan
menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka
melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau
pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa
akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan
kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti mengembalikan manusia
kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama
Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan
tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara
bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta Yahudi
menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di masa buaian.
Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan yang besar.
Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka menyaksikan sendiri
mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula cerita tentang
itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun demikian, berita tentang
kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang
Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti
mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya.
Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar
berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak
yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan
pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi. Kemudian
bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan untuk
diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para pengawalnya dan para mata-matanya.
Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam
mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya:“Bagaimana
berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah seorang kepala
mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami telah mendengar
isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia membuat mukjizat dengan
berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak buahku untuk mencari
kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa
berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian
salah satu anggota mata-mata raja berkata:“Aku telah mendapatkan
bukti yang terpercaya bahwa tiga orang dari orang-orang Majusi datang di balik
suatu bintang yang mereka lihat menyala di suatu langit dan bintang tersebut
mengisyaratkan kelahiran anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil
yang akan menyelamatkan kaumnya.” Hakim
berkata: “Bagaimana
ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata: “Anak
buahku tidak mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan
tak seorang pun menemukan mereka.”
Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi
lalu bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk
menentang Romawi?” Hakim
melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara
dengan keadaan emosi: “Aku
menginginkan kepala tiga orang yang cerdik itu dan aku juga menginginkan kepala
anak kecil itu. Dan aku menginginkan informasi yang lengkap. Sungguh masalah
ini semakin samar hai orang-orang yang bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali
ini hanya mimpi yang dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata: “Sungguh
kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari merpati jika kalian
tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini. Kebingungan dan
kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”
Anak buah Heradus dan para
mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan masalah tersebut.
Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan
kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya adalah kekuasaan
Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan untuk memanggil
pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini. Para
pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama orang
Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku
ingin berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi itu berkata: “Aku
ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang anak
kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia akan
menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?” Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya
berupa jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama Yahudi?”
Heradus berkata dalam
keadaan emosi: “Aku
tidak peduli sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai
pendeta.” Pendeta
Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa
seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada
dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus
bahwa ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang
penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta
berkata: “Ini
benar wahai tuan yang mulai.” Heradus
berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan menentang
keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk
pengkhianatan?” Pendeta
berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu pemikiran yang
sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini
ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak ratusan tahun.”
Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini?
Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak
kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta itu berkata: “Apakah
ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika dikatakan ada seorang anak
yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang
penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau
mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan
kepada istrimu.” Belum
lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir, bagaimana seandainya pendeta
itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui
kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai berbohong. Kemudian bagaimana
cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang? Apakah di sana terdapat
persekongkolan menentang Romawi yang tidak diketahuinya?
Heradus berteriak di
tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk menangkap semua orang
yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya. Mula-mula dia
memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh
setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina
menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang
yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta
menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah
anakmu wahai Maryam dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya,“Mengapa?
Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah
engkau niscaya Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari
anakmu dan ingin membunuhmu.”
Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga. Janganlah
engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi yang
mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka.
Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan
kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya.
Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya,
Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam melalui gurun Saina’ bersama suatu
kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan membawa Isa di jalan yang sama yang
pernah dilalui Nabi Musa di mana ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan
beliau dipanggil dari sisi thur al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh
dan melelahkan, Maryam sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan,
kemuliaan, kebudavaan klasik serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang
terbaik untuk pertumbuhan Isa as.
Al-Masih tumbuh dan
berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian datanglah kepada
Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina.
Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. Orang asing itu
berkata kepadanya: “Raja
yang lalim telah mati, maka kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah
datang kesempatan emas bagi Isa untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi
penyayang orang-orang fakir dan orang-orang yang benar. Kembalilah wahai
Maryam.” Maryam
pun kembali. Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai
Jordania.
Isa pun tumbuh menjadi
dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar dari rumahnya dan menuju tempat
penyembahan kaum Yahudi. Saat itu bertepatan dengan hari Sabtu. Di sana tidak
ada satu rumah pun dari rumah kaum Yahudi yang dapat menyalakan api atau memadamkannya
pada hari Sabtu, atau mengambil buah di hari itu. Dilarang bagi seorang wanita
untuk membikin adonan roti atau seseorang anak kecil mencuci anjingnya. Nabi
Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari Sabtu dan hanya mengkhususkanya
untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat hikmah di balik
penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu menjadi hari yang sangat disucikan
di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka melaksanakannya dengan berbagai macam
tradisi dan mereka mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk menjaga hari
Sabtu dan tidak meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari Sabtu adalah
hari yang dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia sebagaimana
mereka percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan kepada satu jalur saja,
yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka bangga karena mereka dapat menjaganya meskipun
hal itu menyebabkan mereka kalah di kancah peperangan atau mereka tertawan di
tangan musuh. Bahkan saking ketatnya mereka mempertahankan kehormatan hari
Sabtu sampai-sampai mereka menambah-nambahi berbagai macam larangan di hari
Sabtu. Majelis kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang tidak boleh
dilakukan di hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi palsu di hari
Sabtu. Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau memakai minyak di
tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil dokter. Dilarang pula di hari
Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; dilarang juga untuk mempertahankan diri
pada hari Sabtu; dilarang untuk panen dan belajar di hari Sabtu. Kemudian,
bepergian di hari Sabtu diharuskan untuk tidak lebih dari dua ribu yard.
Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa sesuatu ke luar rumah.
Jadi, banyaknya syariat,
hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti dengan banyaknya keburukan atau
paling tidak membantu terciptanya keburukan. Setiap timbul suatu larangan, maka
timbul bersamanya cara untuk menghindar darinya. Demikianlah, kehidupan kaum
Yahudi dipenuhi dengan kemunafikan yang luar biasa di mana secara lahiriah
mereka menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu, tetapi secara batiniah
mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai macam cara.
Meskipun kelompok Farisiun
bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan syariat dan mengawasinya dengan
banyak mendapatkan jarninan-jaminan, maka kita akan melihat bahwa mereka siap
untuk menciptakan berbagai rekayasa dan tipu daya yang memungkinkan mereka
untuk menghindar dari hukum-hukum syariat di saat yang tepat. Saat yang tepat
adalah saat di mana syariat-syariat tersebut bertentangan dengan kepentingan
pribadi mereka atau dapat menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan mata
pencaharian yang haram yang sudah siap masuk pada kantong mereka. Misalnya,
terdapat kaidah syariat yang menetapkan perjalanan pada hari Sabtu tidak boleh
melebihi dua ribu yard. Namun orang-orang Farisiun mengadakan walimah di mana
mereka mengundang orang-orang untuk menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu,
padahal tempat diadakannya acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari
rumah mereka. Lalu, bagaimana mereka dapat melaksanakan hal tersebut? Sangat
mudah sekali. Mereka meletakkan pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang
berjarak dua ribu yard dari rumah mereka lalu setelah itu mereka mendirikan
suatu tempat tinggal di mana mereka dapat berjalan setelahnya dan menempuh dua
ribu yard yang lain. Dari sini mereka dapat menambah jarak yang mereka
inginkan. Begitu juga agar mereka menghindar dari larangan membawa sesuatu ke
luar rumah pada hari Sabtu, maka mereka membuat tipu daya yang lain. Yaitu
mereka mendirikan gerbang-gerbang pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga
seluruh kota seperti rumah besar yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa
segala sesuatu dan bergerak di dalamnya.
Contoh lain yang menunjukan
bagaimana orang-orang Yahudi mempermainkan syariat sedangkan mereka mengklaim
menjaganya adalah, bahwa syariat Musa menetapkan agar seorang anak menginfaki
kedua orang tuanya saat mereka menginjak usia tua dan membutuhkannya. Tetapi
kaum Farisiun memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk lari dan menghindar
dari tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang sederhana. Ketika seorang
anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk memberi nafkah, maka ia pergi ke
para pendeta dan bersepakat kepada mereka untuk mewakafkan semua hartanya dan
kekayaannya kepada haikal, yaitu tempat sembahan kaum Yahudi. Saat itu kedua
orang tuanya tidak mampu mengambil sesuatu pun darinya. Ketika mereka berdua
telah putus asa dan tidak lagi menuntut padanya untuk memberi nafkah, maka
semua harta kekayaannya akan dikembalikan kepadanya oleh para pendeta, dengan
catatan hendaklah ia memberikan bagian tertentu dari hartanya kepada para
pendeta itu. Demikianlah yang terdapat dalam Injil Mata.
Di tengah-tengah suasana
kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga terdapat sikap keras kepala dan
kejumudan berpikir yang mengelilingi kaum Yahudi. Terdapat tujuh tingkat
kesucian dan dua puluh enam salat yang harus mereka lakukan saat mereka
membasuh tangan sebelum memakan makanan, namun mereka menganggap bahwa
meniadakan pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan terhadap jiwa dengan
cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah kekerasan sikap
masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah rusak dan dipenuhi
dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara itu, Isa berjalan
menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di sekelilingnya. Mereka tampak
membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna dan berharga sedangkan Isa berjalan
dengan memakai baju putih dan menampakkan kezuhudannya. Rambut Isa tampak
lembut yang mencapai kedua bahunya dan tampak ia basah terkena air awan yang
menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya berjalan di atas tanah sehingga
tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak diketahui sumbernya. Baju yang
dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang sangat sederhana dan kasar.
Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik buah di suatu kebun dan mengambil dua
buah yang beliau berikan kepada anak kecil yang fakir dan lapar. Tindakan
semacam ini menurut kepercayaan Yahudi dianggap sebagai tindakan yang menentang
agama Yahudi.
Isa mengetahui bahwa
menjalankan agama yang hakiki bukan terletak pada ketaatan eksternal sementara
hati jauh dari sikap rendah diri. Oleh karena itu, Isa mencabut buah dan
memberikan makan kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau menyalakan api untuk
wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan.
Isa sering mengunjungi
tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di dalamnya dan mengamati para
pendeta dan manusia yang hilir mudik di sekitarnya. Sesampainya Isa di tempat
sembahan, ia berdiri di dalamnya. Isa mengamat-amati apa yang ada di dalamnya.
Dinding-dinding tempat beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang memiliki bau
yang harum. Di samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat dari kain-kain
yang mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat lampu-lampu yang
terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi ruangan dengan cahaya.
Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati orang-orang yang ada di situ.
Nabi Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia
memutarkan wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua puluh ribu
pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum Waliyun
yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada kitab-kitab syariat.
Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian yang lebar yang sisi-sisinya
tertenun dengan emas. Mereka adalah pembantu haikal yang resmi dengan memakai
baju-baju mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta
aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh kekayaan
melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa jumlah pengunjung
haikalita lebih sedikit daripada jumlah para pendeta dan para tokoh agama.
Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing dan merpati yang dibeli oleh
para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka menyerahkannya sebagai kurban
kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di dalam tempat persembahan di atas
tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah yang diayunkan oleh para pejalan
di tempat penyembahan itu akan menghasilkan uang.
Di tempat penyembahan
Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi. Nilai satu-satunya yang
disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi, kemewahan materi atau
kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia akan bergulat satu
sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara tokoh-tokoh pembawa ajaran
syariat dengan manusia-manusia biasa. Kaum Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja
sama di antara mereka di dalam haikal itu seakan-akan mereka di dalam suatu
pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk diri mereka dengan terus mencari
kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum Shaduqiyun dan Farisiun berseteru
dalam persoalan syariat dan hukum. Demikian juga, mereka berseteru dalam
menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal itu. Kaum Farisiun
berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari harta haikal
sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta dari haikal adalah hak mereka.
Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa hewan kurban itu harus dibeli dengan
jumlah tersendiri. Begitu juga kaum Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan
yang disembelih di atas tempat penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka
mengambil hewan sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.
Di dalam Talmud disebutkan
bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko mereka yang mereka miliki.
Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya
untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga harga seekor burung merpati
saja mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu, salah satu tokoh Farisiun yaitu
Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang intinya mengurangi
kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang menyerahkan merpati
sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai seperempat Dinar.
Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan berat bagi pemilik
toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari kepala pendeta.
Nabi Isa memperhatikan apa
yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa melihat kaum fakir yang tidak mampu
membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban; Nabi Isa
melihatbagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka seperti
serigala yang buas. Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa
binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara,
padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa mereka
mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan darah,
lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan toko-toko mereka
untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak berhutang dan mengeluarkan
banyak uang untuk membeli binatang-binatang kurban? Mengapa binatang-binatang
kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta lalu apa yang
mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat orang-orang fakir
di haikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika seseorang memasuki rumah dengan
keharusan membawa uang?
Nabi Isa pergi dari tempat
penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju gunung. Dada Nabi Isa dipenuhi
dengan kecemburuan yang suci terhadap yang Maha Benar. Wajahnya tampak semakin
pucat ketika melihat berbagai macam kejahatan memenuhi dunia. Nabi Isa berdiri
di atas sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat. Tetesan-tetesan air mata
mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi Isa mulai merenung dan
menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena kehausan lalu ketika
ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu mekar kembali dan
mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih menyelamatkannya, sebagaimana
beliau akan menyelamatkan manusia dengan dakwahnya. Di malam yang penuh berkah
ini pula, dua orang Nabi yang mulia meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan
Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka
berdua, bumi kehilangan banyak dari kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah
wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah SWT memutuskan perintah-Nya agar ia memulai
dakwahnya.
Nabi Isa menutup lembaran
halus dari kehidupannya yaitu lembaran yang penuh dengan tafakur dan ibadah.
Beliau memulai perjalanannya yang berat dan penuh tantangan serta penderitaan:
beliau mulai berdakwah di jalan Allah SWT; beliau mulai membangun kerajaan yang
tegak berdasarkan kerendahan hati dan cinta. Kerajaan yang penguasanya
bertujuan untuk membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang memancarkan sikap
rendah diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani. Ajaran Nabi Isa
berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan. Nilai-nilai dan
pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang Yahudi.
Syariat Musa menetapkan
pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di pipi sebelah kananmu,
maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah orang-orang Yahudi
menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul mampu untuk menghancurkan
rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu merasa puas hanya sekadar memukul
pipi sebelah kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia memukul
pipi sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi dengan dendam karena
ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi, kebencian adalah
pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa. Meskipun beliau adalah seorang
Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun syariatnya kini berada
di bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati yang penuh dengan
dendam dan kebencian. Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap semua ini?
Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat yang dibawa oleh Musa
sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang nabi tidak
menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata rantai yang
tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan mempertahankan kebenaran
serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian apa yang dilakukan
Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang jelas, tindakan yang dilakukkan
oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa
mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat. Nabi Isa mengembalikan
mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada
cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi
sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah kanannya.
Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya. Inilah syariat Nabi Isa
yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi Musa. Ia merupakan kedalaman
yang mengagumkan dari kedalaman syariat Nabi Musa. Nabi Isa ingin menetapkan
kepada kaum di sekelilinginya tentang sesuatu yang penting. Nabi Isa ingin
memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian untuk meletakkan dendam
pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian. Syariat yang hakiki adalah,
hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan cinta.
Terdapat banyak
binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu mencintai diri mereka
sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh demi makanan dan minuman. Mereka
memberikan makan kepada anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia dan binatang
adalah perbedaan pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu melampui derajat
cintanya kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak dapat
membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu melakukan hal
itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan kemanusiaannya.
Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi manusia sempurna
kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia mendntai dirinya sendiri.
“Aku mendengar bahwa
dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang yang dekat denganmu dan membenci
musuhmu, sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah musuh kalian dan
doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada pembenci kalian
dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian.” (Injil Mata).
Dakwah Nabi Isa datang dan
menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal. Jika kita berusaha
membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang sederhana, maka pada
hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menghapus bid’ah yang dilakukan
oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun terhadap syariat Nabi Musa dan menunjukkan
hakikat syariat ini dan tujuan-tujuannya yang tinggi. Di tengah-tengah masa
materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi dengan penyembahan
terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan, munculah dakwah
al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan kesucian.
Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan perilaku ideal
dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan idealisme
tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan solusi satu-satunya
untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit menular;
Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk mencapai puncak
yang diisyaratkannya. Tetapi paling tidak, hendaklah setiap orang berusaha
sedikit mendaki sehingga ia selamat.
Dakwah Nabi Isa terdiri
dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi Isa bertujuan untuk menyelamatkan
ruh atau dakwah yang dapat dianggap sebagai pedoman perilaku individu, bukan
suatu system perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan kepada sumber
utama, yaitu ruh. Isa ingin menghidupkan ruhani manusia dan membimbingnya untuk
mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan didukung oleh
ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita tidak mengetahui bagaimana Allah
SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus: apakah Jibril menemaninya dan menyertainya
sepanjang pengutusannya? Jibril turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah
atau membawa mukjizat atau justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia
tidak bersama mereka sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril
menemani Isa sehingga beliau diangkat ke langit?
Hampir saja hati menjadi
tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi Isa terdapat sisi-sisi
malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa yang berupa
mukjizat-mukjizat. Bahkan kemampuan beliau sampai pada batas menghidupkan orang-orang
mati dengan izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki kemampuan yang luar
biasa di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu tanah, maka tanah itu
terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah SWT. Selain itu, Nabi
Isa sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang hidupnya sehingga beliau
diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. Ini juga sifat malaikat di mana
kita saksikan bahwa sebagian para nabi yang diutus oleh Allah SWT dan memiliki
beberapa wanita bahkan kitab-kitab Yahudi menyebutkan bahwa jumlah istri-istri
nabi mereka Sulaiman misalnya, mencapai seribu wanita.
Isa hidup dalam keadaan
tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu Yahya. Jika Yahya
khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia menginap di gua,
maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan Isa hidup justru di
tengah-tengah masyarakat kota. Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak
terkait hubungan dengan seorang wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang
diperolehnya yang luar biasa yang berhubungan dengan ruh, tetapi yang lebih
dari itu adalah, bahwa beliau didukung oleh ruhul kudus sepanjang masa
dakwahnya. Tentu itu adalah nikmat yang tak seorang pun dari para nabi
sebelumnya diberi. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika Allah
mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu
di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu dapat berbicara dengan
manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu
Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan Injil, dan (ingatlah pula) di
waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan
izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang
sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang
yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan
seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur
(menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani
Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara
mereka berkata: ‘Ini tidak lain hanya sehir yang nyata.’ Dan (ingatlah), ketika
Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah kepada-Ku dan kepada
rasul-Ku.’ Mereka nienjawab: ‘Kami telah beiiman dan saksikanlah (wahai rasul)
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).’” (QS.
al-Maidah: 110-111)
Ayat-ayat tersebut
menyebutkan lima mukjizat Nabi Isa. Pertama, bahwa beliau mampu berbicara
dengan manusia saat beliau masih di buaian. Kedua, beliau diajari Taurat dan
Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa telah tersembunyi dan telah mengalami
perubahan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. Ketiga,
beliau membentuk tanah seperti burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu
menjadi burung. Keempat, beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati.
Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang belang.
Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan dalam Al-Qur’an al-Karim:
“(Ingatlah), ketika
pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah Tuhanmu
menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada
Allah jika betul-betul kamu orangyang beriman.’ Mereka berkata: ‘Kami ingin
memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa
kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan
hidangan itu.’ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya
kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari
raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah
kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah
Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan
menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah
(turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku ahan menyiksanya dengan siksaan
yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.’”
(QS. al-Maidah: 112-115)
Mukjizat yang keenam itu
adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan Hawariyin. Juga terdapat
mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali ‘Imran yaitu beliau diberi
kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca inderanya meskipun beliau tidak
menyaksikannya secara langsung. Oleh karena itu, beliau memberitahu kepada
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya apa yang mereka makan dan apa yang mereka
simpan di rumah-rumah mereka:
“Dan aku kabarkan
kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika
kamu benar-benar beriman. ” (QS. Ali ‘Imran:: 49)
Inilah mukjizat Nabi Isa
yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya yang sangat mengagumkan.
Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat berikutnya di mana
beliau diangkat dari bumi ke langit ketika penguasa yang lalim berusaha
menyalibnya. Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: mengapa mukjizat-mukjizat
seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa? Kita mengetahui bahwa mukjizat adalah hal
yang luar biasa yang Allah SWT berikan kepada nabi-Nya. Tetapi pemberian itu
menjadi sempuma jika mukjizat itu disesuaikan dengan keadaan zaman diutusnya
nabi tersebut sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh dalam jiwa kaum dan
mampu menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka berimana kepada pemilik
mukjizat ini. Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang luar biasa. Oleh karena
itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai dengan zaman diutusnya nabi
tersebut.
Jadi, setiap mukjizat yang
dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. Nabi Saleh diutus di tengah-tengah
kaum yang melihat bagaimana seekor unta yang melahirkan dari gunung atau mampu
membelah batu-batuan gunung. Sedangkan Nabi Musa diutus di tengah-tengah kaum
yang gemar memainkan sihir sehingga sihir mendapat tempat istimewa. Oleh karena
itu, mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya seakan-akan menyerupai
sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan sihir. Mukjizat itu berupa
tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu memakan tongkat-tongkat para
tukang sihir.
Lain halnya dengan Nabi
Isa, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis yang mengingkari ruh dan
hari kebangkitan. Mereka menduga bahwa manusia hanya sekadar tubuh tanpa ruh.
Mereka adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk adalah ruhnya atau
jiwanya. Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa tafsir an-Nafst
adalah darah. Disebutkan di dalamnya: “Janganlah engkau memakan
darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah darahnya. “
Nabi Isa diutus di
tengah-tengah kaum yang mereka disesatkan oleh falsafah yang dasarnya
mengatakan bahwa penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti sebab dari
akibat. Jadi, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di tengah-tengah masa
yang niaterialis ini, di mana ruh diingkari, maka secara logis mukjizat Nabi
Isa terkait dengan usaha menunjukkan alam ruhani. Demikianlah Isa dilahirkan
tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang mengatakan
bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki wujud yang
mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang mengadakan sistem bagi
segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala sesuatu. Dia menjadikan proses
kelahiran anak berasal dari hubungan laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini
sendiri menciptakan sebab-sebab dan sebab-sebab itu tunduk kepadanya sedangkan
Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab itu. Dengan kehendak-Nya yang bebas, Dia
mampu memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak itu lahir.
Dan, kelahiran Isa pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup ditiupkan ruh
kepadanya:
“Lalu Kami tiupkan ke
dalamnya (tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda
(kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. ” (QS. al-Anbiya’: 91)
Kelahiran Isa membawa
mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: pertama, kebebasan kehendak
Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta
sebab-sebab, kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya
di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari ruh.
Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa, maka kita akan
melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. Misalnya, mukjizat Nabi Isa yang
mampu membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkannya sehingga tanah
itu menjadi burung. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa
tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi
ketika Nabi Isa meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang
memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu
itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi burung. Jadi,
ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. Di samping itu, juga ada
mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. Bukankah ini juga menunjukkan
adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan. Orang yang mati telah
ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia
hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan
tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.
Seandainya orang yang mati
hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi, maka ia tidak akan
mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur tetapi mayit itu
mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali hidup dan ia bangkit dari
kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah nilai yang hakild. bukan fisik
atau jasad. Kalau begitu, di sana terdapat hari kebangkitan dan hari kiamat.
Hal ini bukanlah mustahil sebagaimana yang dikatakan orang-orang Yahudi, karena
setelah kematian jasad menjadi tanah yang berterbangan di udara. Itu bukan
mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil dari hal itu adalah, kebangkitan
orang-orang yang telah mati di hadapan mata kepala mereka sendiri. Nabi Isa
telah menghidupkan mereka agar kaumya vakin bahwa kiamat fisik akan terjadi
dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa hari akhir adalah benar.
Juga terdapat mukjizat yang
lain, yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya tentang apa yang mereka simpan di
rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu beliau masuk ke rumah mereka atau
dapat bocoran dari seseorang. Mukjizat ini menetapkan bahwa panca indera bukanlah
nilai yang hakiki. Nabi Isa tidak melihat apa yang ada di rumah mereka tetapi
ruhnya mampu untuk melihat dan berbicara atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani
adalah nilai yang hakiki, bukan fisik. Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang
untuk memberitahukan pentingnya ruh dan kebebasan kehendak Ilahi.
Mukjizat-mukjizat Nabi Isa—sebagaimana dikatakan oleh guru kami Muhammad Abu
Zahra’—termasuk dari jenis propagandanya dan sesuai dengan tujuan risalahnya,
yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan keimanan kepada hari kebangkitan dan
hari kemudian, dan di sana ada kehidupan lain di mana seseorang yang berbuat
baik akan dibalas kebaikannya dan orang yang berbuat buruk akan dibalas
keburukannya.
Lalu, apakah mukjizat
menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan celah kepada para
pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau memberikan ruangan kepada
penentang hari kebangkitan untuk meneruskan penentangannya? Kami telah
mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah diracuni dengan pikiran ketidakpercayaan
atau penentangan pada hari akhirat serta tidak beriman kepada hari akhir, maka
menghidupkan orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai oleh Isa menjadi
suatu pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman, tetapi mereka
masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.
Nabi Isa menutup lembaran
kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah di jalan Allah. Beliau
didukung oleh ruhul kudus dan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Al-Qur’an
al-Karim menceritakan kepada kita bahwa esensi dakwah al-Masih tidak banyak
berubah dari esensi dakwah para nabi sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang
intinya adalah menebarkan tauhid yang sempurna hanya serta menyerahkan diri
kepada Allah: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.”
Al-Qur’an memberitahu kita
bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa. Kalimat tersebut adalah
kalimat yang sama yang pernah disampaikan seluruh nabi, meskipun nama mereka,
sifat mereka, mukjizat mereka, baju mereka, bahasa mereka, usia mereka, bentuk
mereka, dan warna kulit mereka tidak sama. Mereka semua bersepakat untuk
menyuarakan Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT serta beriman
bahwa Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta. Tiada sekutu
bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa yang tidak beranak dan
tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Isa tidak mengatakan
persoalan tauhid lebih banyak atau lebih sedikit dari apa yang pemah
disampaikan oleh para nabi. Al-Qur’an datang kira-kira setelah lima ratus tahun
dari pengangkatan Nabi Isa. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali mengetahui
apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka berselisih tentang
hakikat Isa. Oleh karena itu, Al-Qur’an al-Karim berusaha menyingkap dialog
mereka yang belum terjadi. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika
Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:
‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?’ Isa menjawab: ‘Maha
Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku
(mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku,
dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara
mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan
Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.’” (QS. al-Maidah: 116-117)
Al-Qur’an secara tegas
mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid. Al-Qur’an ingin
mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang dialamatkan
kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan itu sendiri. “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: ‘Sembahluh Allah, Tuhanku,
dan Tuhanmu.”
Nabi Isa pergi berdakwah di
jalan Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak ada perantara antara
Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang penyembah dan yang
disembah. Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa. Ia adalah kitab
suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan berusaha menghidupkan syariatnya
yang pertama. Injil adalah cahaya, petunjuk, dan peringatan bagi orang-orang
yang bertakwa. Nabi Isa ingin meluruskan tafsiran orang-orang Yahudi terhadap
syariat di mana mereka menyampaikan tafsir dari syariat itu secara harfiah dan
sesuai dengan kepentingan mereka. Nabi Isa menenangkan orang-orang yang yang
menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk menghilangkan syariat, tetapi ia
datang untuk menyempurnakannya dan menyelesaikan tugas para nabi. Namun Isa
lebih menekankan pada penafsiran esensinya, bukan kepada bentuk lahiriahnya.
Nabi Isa memberi pengertian
kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat yang dibawa oleh Isa mengandung
makna-makna yang lebih dalam dari apa yang mereka bayangkan. Wasiat yang keenam
bukan hanya melarang pembunuhan materi, sebagaimana yang mereka pahami tetapi
juga menyangkut penindasan dan usaha rnencelakakan orang lain. Sedangkan wasiat
yang ketujuh bukan hanya melarang zina (dalam pengertian terjadinya hubungan
antara laki-laki dengan perempuan melalui cara-cara yang tidak sah), tetapi
zina berarti segala bentuk perbuatan yang menjurus kepada dosa. Misalnya,
ketika mata diarahkan kepada lawan jenis disertai syahwat dan hasrat seksual,
maka itu pun berarti zina. Nabi Isa berkata:“Sesungguhnya lebih baik
bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari sesuatu yang dapat
menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata itu sendiri. Syariat yang
dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar sumpah dan janji Nabi Isa memberi
pengertian kepada kaumnya bahwa hendaklah mereka tidak melakukan sumpah palsu
karena merupakan “kesalahan besar jika nama Allah dibuat main-main di atas
mulut-mulut manusia.” (Injil Mata 21 sampai 48).
Dakwah Nabi Isa juga
berbenturan dengan arus materialisme yang sangat mendominasi masyarakat saat
itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia dari perbuatan munaflk,
pamrih, tamak, dan gila pujian. Begitu juga beliau mengingatkan mereka dari
sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau mengingatkan agar jangan sampai
mereka menimbun harta di dunia. Yakni, hendak lah mereka tidak memfokuskan
perhatian mereka pada urusan-urusan duniawi semata yang sifatnya tidak abadi.
Tetapi hendaklah rnereka memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang
bersifat samawi (ukhrawi) karena itu bersifat abadi.
Nabi Isa memberitahu kepada
masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang teliti saat memilih gaya
hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan menjadi cermin darinya.
Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan hatinya. Jika hati tertuju kepada
cahaya langit, maka kehidupan manusia akan tampak bersinar tetapi jika hati
tertuju pada kegelapan dunia, maka kehidupannya pun tampak gelap. Nabi Isa
mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia. Beliau mengajak mereka
untuk teliti dalam memilih majikan yang mereka mengabdi kepadanya karena
manusia tidak dapat mengabdi kepada dua majikan dalam satu waktu. Boleh jadi ia
akan menjadikan harta sebagai majikannya, atau boleh jadi ia akan menjadikan
Allah SWT sebagai tuannya. Jika ia menyembah harta, maka berarti ia jauh dari
penyembahan terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, hendaklah manusia menjauhi
dunia, seperti makanan dan pakaian di mana mereka akan dikuasai oleh
kegelisahan dan ketidaktenangan serta keraguan tentang penjagaan Allah SWT
kepada mereka. Allah SWT telah berjanji untuk memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya dalam kehidupan. Ketika timbul kegelisahan dan keraguan pada
diri mereka, maka itu dikarenakan keraguan mereka terhadap penjagaan Allah SWT
dan ketidakpercayaan mereka kepada janji-janjinya dan rahmat-Nya serta
bimbingan-Nya. Allah SWT-lah yang menciptakan mereka dan Dia pula yang menjamin
kehidupan mereka dan melindungi mereka. Bahkan Dia juga melindungi makhluk yang
paling kecil urusannya seperti burung di langit dan kumbang-kumbang di kebun.
Nabi Isa memberitahu
kaumnya bahwa hanya memperhatikan dunia adalah hal yang salah, yang tidak
pantas dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Itu adalah sikap para
penyembah berhala karena penyembah berhala tidak mengetahui apa yang lebih baik
darinya, sedangkan orang-orang yang beragama mengetahui bahwa di sana terdapat
bimbingan Ilahi yang mengajak mereka untuk percaya kepada Allah SWT dan tidak
begitu peduli dengan dunia. Allah SWT mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka
lebih daripada apa yang mereka ketahui; Allah SWT akan melindungi mereka dan
akan menjamin kehidupan mereka. Karena itu, yang layak bagi mereka adalah,
hendaklah mereka memohon agar diberi kekuasaan Allah SWT dan kebaikan dari-Nya.
Yakni kehidupan ruhani dan apa yang dikandungnya dari kebahagiaan abadi.
Di samping itu, Nabi Isa
menasihati mereka agar jangan terlalu pusing dengan kejadian-kejadian yang akan
datang dan persoalan-persoalan esok hari karena esok hari sudah berjalan
sebagaimana mestinya. Jika kebutuhan dan penderitaan datang silih berganti,
maka bantuan dan perlindungan Ilahi pun terus datang silih berganti. Dakwah
Nabi Isa juga berbenturan dengan dualisme yang tumbuh di tengah-tengah
masyarakat. Kita saksikan sebagaimana mereka suka mendapatkan kebaikan yang
ditujukan kepada diri mereka, maka mereka pun biasa untuk melakukan kejahatan
kepada orang-orang lain. Demikianlah, kehidupan orang-orang Yahudi dicemari
sikap dualisme ini. Nabi Isa mewasiatkan kepada manusia agar mereka
memperlakukan sesama mereka sesuai dengan akidah yang mengatakan:
“Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri”
Nabi Isa terus
melangsungkan dakwahnya dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT serta
tidak menyekutukan-Nya, sebagaimana beliau juga mengajak manusia untuk
membersihkan dan menyudkan ruhani serta hati dan berasaha memasuki kerajaan
langit. Dakwah Nabi Isa itu sangat memukul kalangan para pendeta Yahudi.
Kalimat-kalimat yang dilontarkan Nabi Isa bagaikan senjata yang siap menerpa
wajah mereka dan menyatakan peperangan terhadap mereka serta menyingkap kedok
kemunafikan mereka. Mula-mula pemerintahan Romawi tidak turut campur dalam
masalah tersebut karena mereka melihat bahwa itu hanya sekadar perselisihan
internal antara kelompok-kelompok Yahudi. Bagi mereka, selama orang-orang
Yahudi sibuk dengan masalah mereka sendiri dan tidak peduli dengan kekuasaan,
mereka pun tidak turut campur.
Kemudian para pendeta
Yahudi mulai merancang suatu persekongkolan untuk menyingkirkan Isa. Mereka
ingin mengusir Isa dan membuktikan bahwa Isa datang untuk menghancurkan syariat
Musa. Syariat Musa memutuskan untuk merajam wanita yang berzina. Para pendeta
Yahudi menghadirkan wanita yang salah yang berhak dirajam. Mereka berkumpul di
sekeliling Isa dan bertanya kepadanya: “Tidakkah
syariat menetapkan untuk merajam wanita yang bersalah?” Isa menjawab: “Benar,” Mereka berkata: “Ini
adalah wanita yang bersalah.” Isa
memandang wanita itu dan ia pun melihat para pendeta Yahudi. Isa mengetahui
bahwa para pendeta Yahudi lebih banyak kesalahannya daripada wanita tersebut.
Para pendeta itu menunggujawaban Isa. Jika ia mengatakan bahwa wanita itu tidak
berhak dibunuh, maka berarti ia menentang syariat Musa, dan jika ia mengatakan
bahwa ia berhak dibunuh, maka ia justru menghancurkan dirinya sendiri yang
membawa syariat cinta dan toleransi. Nabi Isa memahami bahwa ini adalah
persekongkolan. Beliau tersenyum dan wajahnya tampak bercahaya. Kemudian beliau
melihat para pendeta Yahudi dan wanita itu sambil berkata:“Barangsiapa
di antara kalian yang tidak memiliki kesalahan, maka hendaklah ia merajam
wanita itu.”
Suara beliau yang keras itu
memecahkan keheningan tempat penyembahan. Beliau menetapkan peraturan baru yang
berhubungan dengan hukum yang dijatuhkan kepada orang yang ber-buat salah.
Hendaklah orang yang tidak berbuat salah menghukum orang yang salah dan tidak
berhak seseorang pun dari kalangan manusia untuk menghukum orang yang bersalah
jika ia sendiri bersalah, tetapi yang menghukumnya adalah Allah SWT yang Maha
Suci dan Maha Tinggi dan Allah SWT adalah Maha Pengasih di antara yang
mengasihi.
Nabi Isa keluar dari tempat
penyembahan itu. Tiba-tiba, wanita itu mengejar dari belakangnya. Lalu wanita
itu mengeluarkan dari pakaiannya satu botol dari minyak yang berharga. Ia
berdiri di depan Isa dan menjatuhkan dirinya di atas kedua kaki Isa lalu
menciumnya dan membasuhnya dengan minyak wangi dan air mata. Setelah itu, ia mengeringkan
kedua kakinya dengan rambutnya. Bagi wanita itu, al-Masih mempakan harapan
terakhir yang dapat menyelamatkannya. Lalu keluarlah dari belakang Isa seorang
tokoh pendeta Yahudi. Ia berdiri menyaksikan pemandangan tersebut dan ia merasa
kagum terhadap kasih sayang Isa. Isa melihat kepadanya dan bertanya; “Seorang kreditor yang memiliki dua orang
debitor, salah satunya berhutang lima ratus dinar dan yang lain lima puluh
dinar.” Pendeta
itu berkata: “Ya.” Isa berkata: “Tak seorang pun dari mereka berdua yang
merniliki uang yang cukup untuk melunasi uangnya. Lalu si kreditor memaafkan
mereka dan membebaskan mereka dari hutang.” Pendeta
berkata: “Ya.” Kemudian Isa bertanya: “Siapa
di antara mereka yang paling senang kepada kreditor itu?” Pendeta menjawab:
“Tentu yang berhutang lebih besar.” Isa
berkata:“Benar apa yang engkau ucapkan. Lihadah wanita ini. Aku telah
masuk ke rumahmu tetapi engkau tidak memberikan kepadaku air agar aku dapat
membasuh wajahku, tetapi wanita itu membasuh kedua kakiku dengan air mata lalu
ia mengusapnya dengan rambut kepalanya. Begitu juga engkau tidak memberikan
ciuman kepadaku tetapi wanita ini tidak merasa puas dengan hanya mencium kedua
kakiku. Jadi, hatimu sungguh sangat keras tetapi hati wanita itu dipenuhi
dengan rasa cinta. Maka barangsiapa yang banyak mencintai niscaya
kesalahan-kesalahannya akan diampum.”Kemudian Isa menoleh ke
wanita itu dan memerintahkannya untuk bangkit dari tanah sambil berkata: “Ya Allah, ampunilah wanita ini dan
hilangkanlah kesalahan-kesalahannya.”
Nabi Isa berusaha
menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang menyeru di jalan Allah SWT
bukanlah algojoalgojo yang bengis yang menerapkan hukum syariat tanpa melihat
keadaan masyarakat yang bersalah, tetapi mereka datang dan membawa ajaran Allah
SWT yang merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat kepada manusia. Jadi, rahmat
adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan diutusnya para nabi itu sendiri
mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum mereka.
Isa terus berdoa kepada
Allah SWT agar merahmati kaumnya. Beliau menyuruh kaumnya agar menyayangi diri
mereka sendiri dan beriman kepada Allah SWT. Kehidupan Nabi Isa menggambarkan
kezuhudan dan ketaatan dalam ibadah. Mu’tamar bin Sulaiman berkata, sebagaimana
diri wayatkan Ibnu ‘Asakir: “Nabi
Isa menemui kaumnya dengan memakai pakian dari wol. Beliau keluar dalam keadaan
tidak beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat karena kelaparan
dan bibimya tampak kering karena kehausan. Nabi Isa berkata, “salam kepada
kalian wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang meletakkan dunia di
tempatnya sesuai dengan izin Allah SWT, tanpa bermaksud membanggakan diri.
Apakah kalian mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu
wahai Ruhullah?”
Nabi Isa menjawab: “Rumahku adalah mesjid, wewangianku adalah air
makananku adalah rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salatku
di waktu musim dingin di saat matahari terletak di timur, bungaku adalah
tanaman-tanaman bumi, pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada
Tuhan Yang Maha Mulia, teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang
yang sakit, dan orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak
mendapati sesuatu pun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku
tidak menemukan sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya
bersih dan tidak tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”
Isa terus melakukan
dakwahnya. Ia didukung oleh mukjizat dari Allah SWT. Nabi Isa mampu membuat
bentuk burung dari tanah kemudian ia meniupnya, maka tanah itu menjadi burung
dengan izin Allah SWT. Selain itu, ujung bajunya yang sederhana jika tersentuh
orang yang sakit, maka orang itu akan sembuh. Bahkan jika Isa meletakkan
tangannya di atas mata orang yang buta atau orang yang terkena sakit belang
niscaya ia akan sembuh. Jadi, Nabi Isa didukung oleh mukjizat yang luar biasa.
Bahkan beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati dari kuburan mereka
sehingga mereka keluar dalam keadaan hidup dengan izin Allah SWT.
Para ahli tafsir mengatakan
bahwa Nabi Isa menghidupkan empat orang. Pertama, al-Azir yaitu temannya.
Kemudian dua orang anak laki-laki dari seorang tua, dan seorang anak perempuan
satu-satunya dari seorang ibu. Mereka adalah tiga orang yang mati di zaman Nabi
Isa. Ketika orang-orang Yahudi melihat hal tersebut, mereka berkata: “Engkau menghidupkan orang-orang yang mati dan
kematian mereka tidak lama .Barangkali mereka tidak mati tapi mereka sekadar
mengalami keadaan tidak sadarkan diri atau mati suri."
Lalu mereka meminta kepada Nabi Isa untuk membangkitkan Sam bin Nuh dari
kematiannya.
Para ahli tafsir mengatakan
bahwa Nabi Isa bertanya kepada mereka, “Di
manakah kaum kuburkan Sam bin Nuh?” Mereka
keluar bersama Isa sehingga mereka mencapai kuburan. Lalu Nabi Isa berdoa
kepada Allah SWT agar menghidupkan orang yang mati di situ. Sam bin Nuh keluar
dari kuburannya, dan rambut dikepala-nya tampak beruban. Isa berkata kepadanya: “Bagaimana rambut di kepalamu bisa beruban, sementara di zamanmu
kau tidak ada uban,” Sam
berkata: “Ya Ruhullah, aku mendengar engkau berdoa untukku lalu aku
mendengar suara yang mengatakan, aku akan mengabulkan wahai Ruhullah. Aku
mengira bahwa kiamat telah tiba. Karena takutnya kepada hal itu sehingga rambut
di kepalaku beruban.”
Apa pun yang dikatakan
berkaitan dengan cerita itu yang menyebutkan tentang bagaimana Nabi Isa
menghidupkan orang-orang yang mati, namun kita tidak mengetahui konteks
Al-Qu’ran serta perincian-perincian yang menjelaskan hal tersebut. Allah SWT
hanya menyebutkan bahwa Isa menghidupkan orang-orang yang mati dengan izin-Nya.
Kita percaya bahwa Nabi Isa mampu menghidupkan mereka tetapi kita tidak
mengetahui apakah mereka mati kembali setelah dihidupkan atau mereka sempat
menjalani kehidupan selama beberapa saat. Nabi Isa terus berjalan di jalan
Allah SWT. Beliau membuat bagi mereka apa yang disebut dengan hukum ruh. Beliau
menaiki gunung dan para sahabat-sahabatnya berdiri di sekitarnya. Nabi Isa
melihat orang-orang yang beriman kepadanya yang terdiri dari orang-orang yang
fakir, orang-orang yang menderita, dan orang- orang yang sedih. Jumlah mereka
sedikit sebagaimana lazimnya jumlah para pengikut nabi.
Gunung diliputi dengan awan
tipis dan turunlah hujan gerimis. Isa mulai berbicara: “Sungguh beruntung bagi orang-orang miskin karena mereka
memiliki kerajaan langit. Beruntunglah orang-orang yang sedih karena mereka
akan menjadi orang-orang yang mulia. Beruntunglah yang diserahi amanat karena
mereka akan mewarisi bumi. Beruntunglah orang-orang yang lapar dan haus karena
mereka akan dikenyangkan. Beruntunglah orang-orang yang menyayangi karena
mereka akan disayangi. Beruntunglah orang-orang yang bersih hatinya karena
mereka akan melihat Allah SWT. Beruntunglah orang-orang yang tertindas demi
mempertahankan kebenaran karena mereka akan mendapatkan kerajaan langit. Kalian
adalah garam bumi jika garam telah rusak, maka siapa gerangan yang dapat
mengembalikannya menjadi garam kembali.” Renungkanlah
kedalaman ungkapan dari Nabi Isa, “kalian
adalah garam bumi.”
Garam adalah sesuatu yang
memberikan rasa yang khusus dan tanpa garam makanan akan menjadi hambar. Yakni,
tanpa orang-orang mukmin, maka cita rasa kehidupan terasa tidak bermakna; tanpa
kehadiran orang-orang Muslim dan perbuatan mereka yang ikhlas terhadap Allah
SWT akan tampak kehidupan sangat berat dan tidak berarti. Di samping itu,
kehadiran manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi pun sia-sia, dan
keagungan manusia sebagai hamba Allah SWT pun tidak bermakna, dan pada
gilirannya kehidupan akan dipenuhi dengan kejahatan dan keburukan.
Allah SWT teiah mewahyukan
kepada “garam bumi” agar mereka beriman kepada Nabi Isa. Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Aku
ilhamkan kepada pengikut-pengikut Isa yang setia: ‘Berimanlah
kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka menjawab: ‘Kami telah beriman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada seruanmu).’” (QS. al-Maidah: 111)
Al-Hawariyin mengakui
kebenaran ajaran Nabi Isa dan mereka menyatakan keislaman kepadanya,
sebagaimana ratu Saba’ mengakui kebenaran ajaran Nabi Sulaiman dan menyatakan
keislaman padanya, dan sebagaimana semua para nabi menyatakan keislaman.
Hakikat ajaran para nabi terbatas kepada pernyataan keislaman dan semua nabi
menyeru kepada jalan tauhid dan jalan Islam. Islam dalam pandangan kami
memiliki makna yang lebih dalam daripada tauhid. Pengakuan seseorang terhadap
Allah SWT dan keimanan akan keesaan-Nya dalam menciptakan makhluk tidak
mencegah orang itu untuk berbuat dosa, sedangkan keislaman atau penyerahan hati
dan anggota badan serta pemikiran kepada Allah SWT merupakan suatu tingkatan
sedikit lebih tinggi. Ini adalah tingkat kepatuhan orang-orang yang patuh dan
puncak ketauhidan orang-orang yang bertauhid. Itu adalah keserasian antara tindakan
dengan pikiran, yaitu usaha manusia untuk menghindari kesalahan dan memurnikan
amal hanya untuk Allah SWT. Al-Qur’an al-Karim memberitahu kita bahwa Allah SWT
menyampaikan wahyu kepada al-Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada
Rasul-Nya Isa.
Marilah kita renungkanlah
sejenak tentang wahyu Allah SWT terhadap Hawariyin. Kita mengetahui bahwa Allah
SWT mewahyukan kepada manusia dan kepada makhluk-makhluk lainnya. Allah SWT
berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…” (QS. an-Nahl: 68)
Yang dimaksud dengan wahyu
di sini adalah memberikan ilham kepada makhluk agar mereka menuju ke jalan
fitrahnya yang telah Allah SWT gariskan di atasnya sehingga mereka mencapai
jalan kesempurnaan. Tidakkah Anda ingat tentang jawaban Nabi Musa terhadap pertanyaan
Fira’un:
“Fir’aun berkata:
‘Siapakah Tuhan kamu berdua wahai Musa. ” (QS. Thaha: 49)
“Musa berkata: ‘Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya kemudian memberinsa petunjuk. ” (QS. Thaha: 50)
Makna di sana dan di sini
sama. Makna yang sama tersebut diterapkan kepada kaum Hawariyin di mana wahyu
Allah SWT terhadap mereka berupa pemberian ilham kepada mereka demi kebaikan
mereka dan kebahagiaan mereka, dan wahyu ini tidak bertentangan dengan ikhtiar
mereka dan usaha mereka serta keinginan mereka, bahkan tidak bertentangan
dengan kebebasan mereka. Allah SWT telah melihat hati mereka yang dipenuhi
dengan kebaikan. Dia melihat mereka sebagai garam bumi, maka Allah SWT
mewahyukan kepada mereka agar beriman kepadanya dan rasul-Nya sehingga mereka
pun beriman dan mereka pun bersaksi bahwa mereka orang-orang yang berserah diri
atau Muslim.
Tampaknya kaum Hawariyin
menyembunyikan keimanan mereka sehingga Isa merasakan kekufuran kaumnya semakin
menjadi-jadi lalu Isa memanggil mereka: “Siapakah
di antara kalian yang menolong aku menuju jalan Allah SWT?” Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala Isa
mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia: ‘Siapakah yang
akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan (agama) Allah?’ Para
Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: ‘Kamilah penolong-penolong (agama)
Allah. Kami beriman kepada Allah; dan sahsikanlah bahwa sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman
kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu
masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi.’” (QS. Ali
‘Imran: 52-53)
Nas Al-Quran menunjukkan
bahwa Nabi Isa mengajak mereka untuk mengikuti Islam sehingga mereka pun
berserah diri; nas Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Isa menyampaikan kabar
gembira dengan kedatangan seorang rasul yang datang setelahnya yang bernama
Ahmad. Dikatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah) ketika
Isa putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu, membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu Taurat dan
memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada
mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir
yang nyata.’” (QS. Shaff: 6)
Kita tidak mengetahui
secara pasti kapan Nabi Isa menyampaikan kabar berita tentang kedatangan
seorang rasul ini yang datang setelah masanya, yaitu Ahmad saw. Apakah kabar
berita itu beliau sampaikan dipermulaan pengutusannya kepada manusia, atau
apakah beliau menyampaikan kabar itu pada akhir masa dakwahnya dan sebelum
beliau diangkat ke langit? Tetapi melihat konteks Al-Qur’an tampaknya kabar
berita tersebut itu disampaikan di permulaan dakwahnya, sebagaimana firman-Nya: “Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘lni adalah sihir yang nyata.‘”
Kata ganti (dhamir) dalam
ayat tersebut kembali kepada Nabi Isa. Ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa
menyampaikan kabar gembira dengan datangnya Muhammad atau Ahmad ketika Allah
SWT mengutus kepada kaumnya. Kemudian terjadilah di hadapan Nabi Isa berbagai
macam mukjizat yang luar biasa seperti penghidupan orang yang mati, peniupan
tanah, dan sebagainya. Ketika Nabi Isa datang membawa bukti-bukti yang jelas
ini, maka mereka menuduhnya bahwa ia membawa sihir. Nabi Isa mengetahui bahwa
tuduhan semacam ini telah dialamatkan kepada sebagian besar para nabi
sebelumnya. Beliau juga mengetahui bahwa nabi yang terakhir pun akan
mendapatkan tuduhan yang sama. Oleh karena itu, nabi yang mulia itu tetap
berdakwah di jalan Allah SWT dan tidak peduli dengan tuduhan kaumnya yang
mengatakan bahwa beliau membawa sihir.
Kemudian pertentangan
antara Nabi Isa dan Bani Israil semakin meningkat. Mereka adalah orang-orang
yang hatinya keras, yang membeku di hadapan kebenaran. Isa datang kepada mereka
dan menghancurkan segala pemikiran mereka dan kehidupan mereka serta sistem
mereka. Sesungguhnya dakwah Nabi Isa terfokus kepada kebenaran, kedamaian dan
keadilan dan pada saat yang sama mengumumkan peperangan terhadap kehidupan
orang-orang yang lalim yang telah menjauhi kebenaran. keadilan, dan kedamaian.
Injil Mata menyebutkan melalui lisan Isa: “Jangalah
kalian mengira bahwa aku membawa kedamaian ke muka bumi. Aku tidak datang hanya
membawa kedamaian tetapi aku datang membawa pedang.”
Kalimat tersebut
menyiratkan hakikat yang penting dari hakikat dakwah para nabi. Para nabi
adalah pejuang sejati di mana senjata yang mereka gunakan di medan peperangan
beraneka ragam. tetapi mereka pada hakikatnya adalah pejuang. Mereka memulai
peperangan mereka dengan satu pemikiran yaitu suatu tekad mengatakan bahwa
tiada Tuhan selain Allah SWT. Pemikiran itu tentu berbenturan dengan
kepercayaan akan tuhan-tuhan yang diyakini oleh manusia, baik tuhan-tuhan yang
terbuat dari emas atau batu. Pemikiran itu sangat mengganggu ketenangan
orang-orang yang lalim atau penguasa yang bengis serta sangat melawan
kepentingan mereka, sehingga para raja dan para penguasa seperti biasanya
bergerak menentang nabi kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
Para pembesar dari kalangan kaum nabi menentang nabi. Al-Mala’ adalah para
pembesar sebagaimana telah kami jelaskan dalam kisah Nabi Nuh dan sesudahnya.
Kemudian Nabi terus melangsungkan peperangan mewujudkan tekadnya: Nabi
meletakkan dasar peperangannya dengan menyampaikan ketuhanan Allah SWT.
Setelah meneguhkan dasar
yang kuat ini, Nabi menetapkan keadilan. Tak seorang pun berhak untuk
menghinakan seseorang atau menjadikannya sebagai budak karena penghambaan hanya
pantas ditujukan kepada Allah SWT. Manusia adalah sama di antara mereka
sehingga tidak berhak seseorang untuk memanfaatkan kekuatan manusia untuk
membangun kejayaan pribadinya atau unruk memperkaya dirinya dengan merugikan
orang lain, atau menghancurkan hak-hak mereka atau berbuat buruk terhadap mereka
dalam berbagai bentuknya. Jadi, inti dakwah para nabi berarti mengganti dan
mengubah sistem yang rusak yang didirikan oleh para pembesar kaumnya. Kalau
begitu, ia adalah dakwah yang menyatakan peperangan dan karena itu seseorang
nabi harus membava senjata. Setelah meneguhkan pemikiran tersebut, dimulailah
peperangan. Seorang nabi menggunakan pedang. Ia berlindung di balik senjata dan
senjata yang dimiliki oleh setiap nabi berbeda-beda.
Mula-mula seorang nabi
tidak menggunakan senjata apa pun dalam peperangannya selain berusaha untuk
membangkitkan akal. Lalu peperangan semakin meningkat sehingga nabi terpaksa
untuk menggunakan senjata. Para musuh memaksanya untuk menggunakan senjata
sehingga para nabi pun menggunakan senjata. Di sini setiap nabi mempunyai
senjata yang berbeda-beda. Terkadang senjata seorang nabi berupa mukjizat yang
dapat menghentikan langkah dan menghancurkan mereka seperti taufan (kisah Nabi
Nuh) atau angin (kisah Nabi Hud), dan terkadang senjata para nabi adalah
mukjizat yang membantunya untuk mengalahkan musuh-musuhnya secara pasti seperti
ditundukkannya jin dan burung baginya (kisah Nabi Sulaiman) dan senjata nabi
berupa mukjizat yang menyelamatkannya dari tipu daya musuh seperti berubahnya
api menjadi sesuatu yang dingin dan membawa keselamatan (kisah Nabi Ibrahim)
dan terkadang senjata nabi yang luar biasa yang memperkuat dakwahnya seperti
menghidupkan orang-orang yang mati (kisah Nabi Isa) dan terkadang senjata nabi
berupa pedang yang dipegang di tangannya saat ia melangsungkan peperangan dan
mempertahankan dakwahnya (kisah Nabi Muhammad saw).
Jadi, senjata para nabi
berbeda-beda, baik dalam bentuk kualitas maupun kapasitasnya. Allah SWT
mengetahui kondisi mereka lebih dari apa yang kita ketahui sehingga Allah SWT
sangat tepat ketika memilihkan senjata untuk setiap nabi. Dan tak seorang nabi
pun yang tinggal di suatu tempat sementara ia tidak berjuang dan tidak bergerak
dan tidak mengalami penderitaan dari kaumnya. Oleh karena itu, sesuai dengan
kadar kesabaran para nabi dan perjuangan mereka dalam menyampaikan dakwah di
jalan Allah SWT, mereka layak untuk mendapatkan tempat yang istimewa di sisi
Allah SWT.
Isa bin Maryam telah
menyampaikan bahwa beliau adalah seorang pejuang yang membawa senjata.
Kata-katanya sendiri berusaha menghancurkan masyarakat yang keras, masyarakat
yang bodoh. Masyarakat di zaman Nabi Isa berdiri di atas kesalahan, kesyirikan,
kebohongan, kemunafikan, meterialisme, pamrih, kelaliman dan tidak ada
kebebasan. Maka melalui kalimat-kalimatnya, Nabi Isa menghancurkan semua ini.
Nabi Isa memberitahu kaumnya bahwa dakwahnya di jalan Allah SWT bukan terfokus
pada dakwah kedamaian tetapi dalam hal-hal tertentu dakwahnya pun berisi
pernyataan perang. Sesuatu menjadi tidak bernilai ketika tidak berusaha
dipertahankan oleh yang bersangkutan sampai tetes darah penghabisan. Timbulnya
pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan prinsip-prinsip tidak hanya bersandar
kepada idealismenya tetapi nilainya justru bersandar kepada usaha keras yang
dikerahkan oleh para pembawanya dalam rangka mempertahankannya. Tanpa
peperangan dan mengangkat senjata dakwah para nabi akan menjadi
pemikiran-pemikiran yang sekadar idealisme yang tidak akan menghentikan
seseorang pun dan tidak akan membangkitkan seseorang pun.
Kita mengetahui bahwa
sebagian besar nabi berhadapan dengan kelompok besar dari masyarakat yang
menentangnya dan berusaha memeranginya. Mula-mula mereka mengejeknya dan pada
akhirnya mereka berusaha untuk membunuhnya. Kita mengetahui bahwa para nabi
berusaha mati-matian untuk memperjuangkan kebenaran yang dibawanya. Melalui
kisah para nabi, kita mengetahui bahwa bagaimana serangan masyarakat, para
pembesar, dan para penguasa terhadap para nabi tetapi pada saat yang sama kita
seakan-akan tidak melihat bagaimana serangan para nabi terhadap mereka.
Penjelasan dari hal itu sangat mudah. Peperangan yang dibangkitkan oleh
kebatilan atas para nabi didukung oleh alat-alat yang canggih dan sangat kuat
di mana mereka memiliki berbagai macam sarana untuk menjatuhkan para nabi,
sedangkan para nabi hanya menyandarkan kekuatan dari yang Maha Benar, yaitu
Allah SWT; kekuatan yang tidak berdasarkan pada sebab-sebab tertentu atau tidak
peduli dengan tuduhan-tuduhan atau kegaduhan.
Para nabi hanya terus
melangsungkan dakwahnya yang berdasarkan kepada usaha membangkitkan akal dan
hati serta menvucikan ruh. Keteguhan sikap para nabi ini bagi musuh-musuh
mereka merupakan problem yang besar. Dakwah nabi juga menjamah suatu keluarga
di mana seorang ayah dapat beriman sementara seorang anak dapat menentang atau
seorang anak dapat beriman sementara si ayah dapat menentang atau seorang istri
beriman atau seorang suami kafir atau seorang suami beriman sementara si istri
kafir. Perbedaan anak laki-laki dengan ayahnya dan seorang istri dengan
suaminya menimbulkan permusuhan di dalam rumah-rumah. Dengan terjadinya hal
ini, masyarakat bergerak untuk menentang nabi dan semakin meningkatkan
tekanan-tekanan mereka kepadanya sehingga permusuhan dan kebencian mereka
kepada nabi semakin meruncing. Mereka pun berusaha untuk melawan nabi itu yang
bagi mereka telah memisahkan antara ayah dan anaknya atau ia datang untuk
memisahkan seorang anak perempuan dari ibunya.
Kemudian seorang nabi
meletakkan suatu undang-undang bagi orang yang mengikutinya, yaitu
undang-undang pokok yang membatalkan undang-undang yang tidak sesuai dengannya.
Undang-undang ini tampak dalam kalimat nabi: “pertama-tama
cinta kepada Allah dan kemudian cinta kepada nabi dan setelah itu cinta kepada
sesama manusia.” Makna-makna
yang demikian ini tercermin secara jelas dari kalimat-kalimat Isa yang
disampaikan oleh Injil Mata pada pasal ke-10.
Al-Masih berkata: “Janganlah engkau mengira bahwa aku datang membawa kedamaian di
bumi, aku datang bukan hanya membawa kedamaian tetapi pedang. Aku datang untuk
menjadikan seorang anak berbeda dengan ayahnya dan seorang anak perempuan berbeda
dengan ibunya sehingga musuh seseorang justru terdapat pada keluarganya. Maka
barangsiapa yang mencintai ibunya dan ayahnya lebih dari kecintaannya kepadaku,
maka ia tidak berhak mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintai anak
laki-lakinya dan perempuannya lebih dariku, maka ia tidak berhak mengikutiku.
Meskipun kehidupannya tampak beruntung sebenarnya ia telah rugi, dan
barangsiapa yang kehidupannya merugi karena aku, maka sebenarnya ia telah
beruntung.”
Penjelas Injil mengatakan: “Pemikiran orang-orang Yahudi tentang al-Masih adalah, ketika
al-Masih datang, maka semua pengikutnya akan merampas kekayaan dan kejayaan di
dunia ini lalu ia hanya memberi mereka ketenangan dan kedamaian. Ketika
al-Masih datang, ia menjelaskan kepada para muridnya bahwa hal tersebut tidak
benar, karena jika ia datang untuk memberikan kedamaian kepada para
pengikutnya, maka mereka akan terancam kelaliman dan mereka akan mati karena
tajamnya pedang. Maka hendaklah mereka tidak mengharapkan kedamaian tetapi
peperangan; hendaklah mereka tidak mengharapkan keserasian tetapi perpecahan.”Demikianlah
masyarakat Yahudi terbagi menjadi dua kelompok: kelompok orang-orang yang
fakir, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang bersih hatinya bersama Isa,
sedangkan kelompok mayoritas menentang Isa. Bahkan kelompok mayoritas kafir itu
sering menyakiti Isa.
Injil Mata menceritakan
penderitaan al-Masih pada pasal ke-11. Ia menceritakan bagaimana kemarahan
al-Masih terhadap orang-orang yang tidak mengabdi kepada Yuhana (Yahya) dengan
baik atau mengabdi kepadanya secara pribadi dengan baik. Injil Mata menguntip
pernyataan Isa sebagai berikut: “Dengan apa aku menyerupakan generasi ini,
Sesungguhnya mereka menyerupai anak-anak kecil yang duduk di pasar yang
berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata: “Kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami
mengasihi kalian tetapi kalian tidak menangis.” Yuhana telah datang dan tidak makan dan minum tetapi mereka
mengatakan, "sesungguhnya
ia terkena setan." lalu
datanglah seorang anak manusia yang makan dan minurn lalu mereka mengatakan, "ia adalah seorang yang ahli makan dan ahli minum khamer.”
Dokumen itu menunjukkan
penderitaan al-Masih dan menyingkap peperangan yang akan dihadapinya.
Penderitaan yang dialami oleh hati suci al-Masih adalah sebagai tindakan
generasi tersebut di mana beliau diutus di dalamnya sebagai orang yang memberi
petunjuk dan menyampaikan berita gembira tentang kerajaan langit. Beliau
menyerupakan generasi Yahudi itu dengan anak-anak kecil yang duduk-duduk di
pasar sambil berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka sambil berkata: “kami telah meniup seruling tetapi kalian tidak menari. Kami
berbelas kasih kepada kalian tetapi kalian tidak menangis.” Al-Masih mengisyaratkan dengan pernyataan itu tentang apa yang
diperbuat anak-anak kecil saat mereka bermain-main, di mana biasanya mereka
meniru orang-orang yang besar saat mereka bergembira dengan menari-nari dan
saat mereka sedih mereka menangis. Demikianlah mereka sangat cepat berubah
antara bergembira dan sedih tanpa melalui pertimbangan dan kesadaran.
Demikianlah keadaaan orang-orang Yahudi saat mereka mengabdi kepada Yahya,
kemudian saat mereka mengabdi kepada al-Masih. Yahya telah datang kepada mereka
dalam keadaan menangis, tidak makan dan tidak minum dari apa yang mereka makan
dan yang mereka minum. Ia tidak bergaul dengan sembarangan manusia. Telah
datang kepada mereka seorang nabi yang ahli ibadah tetapi kebanyakan mereka
menolaknya dan mereka mengatakan bahwa ia terkena setan. Kemudian datang kepada
mereka al-Masih di mana ia makan dan minum bersama pada acara walimah dan hari
raya lalu mereka pun menolaknya dan mengatakan bahwa ia suka makan dan minum
khamer padahal beliau adalah cermin terbesar dalam menghilangkan syahwat dan
kesucian yang sempurna.
Alhasil, generasi itu
adalah generasi yang main-main Iayaknya anak kecil. Tidak ada sesuatu pun yang
dapat mempengaruhi mereka dan mereka tidak mau bertaubat. Meskipun demikian, di
sana terdapat kelompok kecil dari manusia yang terpengaruh dan bertaubat.
Dokumen tersebut menunjukkan betapa beratnya penderitaan Isa di tengah-tengah
generasi yang sezaman dengannya. Isa mengalami banyak penderitaan dalam
menyampaikan dakwahnya. Isa banyak menderita di tengah-tengah kaum yang pikiran
mereka belum matang. Mereka tak ubahnya seperti anak-anak kecil yang suka
bermain-main. Kaum yang tak tergugah oleh kalimat-kalimat yang baik dan mereka
tidak bergerak atau tersentuh ketika menyaksikan mukjizat-mukjizat yang luar
biasa.
Allah SWT kembali
memperkuat Isa dengan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan. Mukjizat di sini
adalah senjata yang diberikan Allah SWT kepada nabi-Nya agar nabi tersebut
menjadi tenteram dan agar menambah keyakinan orang-orang yang beriman
kepadanya, sedangkan bagi orang-orang kafir mukjizat tersebut justru menambah
kekufuran mereka sehingga Allah SWT memberikan pembalasan yang setimpal kepada
kedua kelompok tersebut. Mukjizat yang Allah SWT berikan kepada Isa bin Maryam
yang lain adalah, Allah SWT mengabulkan doa Hawariyin dengan menurunkan makanan
dari langit. Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika
pengikut-pengikut Isa berkata: ‘Hai Isa putra Maryam, bersediakah Tuhanmu
menurunkan hidangan dari langit kepada kami?’ Isa menjawab: ‘Bertakwalah kepada
Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman.’ Mereka berkata: ‘Kami ingin
memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa
kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.‘ Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah
kiranya kepada hami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan
menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang
datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami
dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya
Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu
sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat
manusia.’” (QS. al-Maidah: 112-115)
Barangkali kita
terheran-heran ketika memperhatikan perkataan Hawariyin,“wahai
Isa bin Maryam, apakah Tuhanmu mampu?” Mungkin pertama-tama yang terlintas
dalam pikiran kita berkenaan dalam ayat tersebut adalah, keraguan Hawariyin
terhadap kekuatan atau kekuasaan Allah SWT. Bagaimana hal itu mampu mereka
laku-kan sedangkan mereka adalah murid-murid Isa yang beriman dan berserah diri
kepada Allah SWT? Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, para ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama mengatakan, bahwa pertanyaan mereka ‘apakah Tuhanmu
mampu?’ Yakni, berarti apakah Tuhanmu bisa? Kemudian mereka mencarikan alasan
yang membenarkan perkataan Hawariyin itu dengan mengatakan bahwa pertanyaan itu
dilontarkan saat mereka baru saja mengikuti Isa, sebelum mereka banyak
mengetahui Allah SWT. Oleh karena itu, Isa berkata dalam jawabannya terhadap
pertanyaan mereka, bertakwalah kepada Allah SWT jika kamu benar-benar orang
mukmin. Yakni, janganlah kalian meragukan kekuasaan atau kekuatan Allah SWT.
Qurthubi menampik tafsir
ini. Hawariyin adalah para penolong Allah SWT, sesuai dengan nas Al-Qur’an dan
tentu tidak boleh bagi penolong Allah SWT untuk tidak mengetahui kekuatan-Nya,
apalagi meragukan kekuasaan-Nya. Sebagian ulama mengatakan bahwa perkataan
tersebut dikeluarkan orang-orang yang bersama Hawariyin yang berasal dari Bani
Israil dan tidak seorang pun dari Hawariyin yang mengatakan demikian kecuali
mereka hanya sekedar menukil perkataan tersebut. Ada pendapat lain lagi yang
mengatakan bahwa ayat tersebut tidak dibaca ‘hal yastathi’ rabbuka‘ tetapi
dibaca ‘hal tastathi’ rabbaka’ sebagaimana bacaan Aisyah dan sebagaimana dibaca
oleh Nabi. Maknanya, “apakah engkau mampu menghadirkan kekuatan Tuhanmu
terhadap apa yang engkau minta.” Ada pendapat yang lain mengatakan ia dibaca
‘hal tastathi’ rabbaka’, yakni “apakah engkau mampu untuk berdoa kepada Tuhanmu
atau meminta-Nya.”
Sebagian kaum sufi
berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak mengetahui kekuasaan Allah SWT
tetapi pertanyaan itu justru bersumber dari cinta kepada Allah SWT dan
keinginan menyaksikan kekuasaan Allah SWT. Sikap mereka ini menyerupai dengan
perbedaan tingkatan sikap Nabi Ibrahim as ketika beliau mengatakan:
“Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?’ Allah
berfirman: ‘Apakah kamu belum percaya?’ Ibrahim menjawab: ‘Saya telah percaya,
tetapi agar bertambah mantap hatiku.’” (QS. al-Baqarah: 260)
Oleh karena itu, kaum
Hawariyin berkata: “Dan
hati kami menjadi mantap,”sebagaimana Nabi Ibrahim berkata: “Agar bertambah mantap hatiku.” Inilah tafsir yang membuat kita puas dan membuat hati kita tenang.
Nabi Isa menjawab pertanyaan mereka: ‘Bertakwalah
kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman.’ Yakni, hati-hatilah kalian dengan banyak bertanya dan menguji
Allah SWT karena kalian tidak mengetahui apa yang boleh kalian minta untuk
didatangkan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika kalian
benar-benar beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa mukjizat-mukjizat
atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa bermaksud untuk mengatakan, "sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari
mukjizat-mukjizat bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati kalian
manta.“Mereka berkata: ‘Kami
ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin
bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.’”
Kaum Hawariyin menjelaskan
kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika beliau melarangnya. Jika Nabi Isa
keluar, maka beliau diikuti lima ribu orang atau lebih. Sebagian mereka dari
kalangan Hawariyin dan sebagian yang lain campuran di antara pengikutnya dan
musuhnya. Dikatakan bahwa mereka berpuasa dan mereka tidak mempunyai makanan,
lalu para pengikut berkata kepada kaum Hawariyin, “Tanyalah
kepada Isa apakah ia mampu berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan kepada
kita makanan dari langit.”Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa
surat kaum itu kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan
mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran permintaan
mereka: ‘Kami
ingin memakan hidangan itu." Mereka
adalah orang-orang yang lapar sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan
supaya tenteram hati kami.
Hati kaum Hawariyin menjadi
tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan para pengikut pun merasa hatinya
tenang dan mengakui bahwa Isa adalah Nabi yang diutus untuk mereka. Dan hati
musuh juga menjadi tenang karena mereka menyaksikan kebatilan mereka sehingga
pilihan mereka untuk tidak mengikuti Isa berakibat pada suatu saat mereka akan
dimintai pertanggung jawaban.
“Dan supaya kami yakin
bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. Yakni kami mengetahui bahwa engkau
utusan Allah. Dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.
Yakni, kami menyaksikan keesaan Allah dan risalah dan kenabianmu. Dan bagi
orang lain yang tidak menyahsikannya, maka kami akan menceritakan kepada mereka
peristiwa yang terjadi.”
Isa putra Maryam berdoa: ‘Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan
dari langit (yang hari turimnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi
orang-orang yang bersama kavii dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda
bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pembeti rezeki Yang Paling
Utama.’
Ketika kaum Hawariyin
bertanya kepada Isa bin Maram agar diturunkan makanan dari langit, maka Nabi
Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari kulit wol kemudian beliau melangkahkan
kakinya dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, lalu beliau
menundukkan kepalanya dalam keadaan khusuk dan tunduk kepada Allab SWT.
Kemudian beliau membuka matanya dan menangis sehingga air matanya membasahi
jenggotnya bahkan mencapai dadanya dan berkata: ‘Ya
Tuhan kami, turunhanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit… Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu turunlah makanan besar
dari celah dua awan: satu awan di atasnya satu awan di bawahnya. Saat itu
manusia melihatnya. Nabi Isa berkata, “Ya
Allah jadikanlah makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah.”Lalu
turunlah di depan Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya kemudian Nabi Isa
tersungkur dalam keadaan sujud yang diikuti oleh kaum Hawariyin. Mereka mendapati
suatu bau yang harum yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Nabi Isa berkata, “Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan paling percaya
kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga kita bisa makan darinya
serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta bersyukur kepadanya.” Kaum Hawariyin berkata: “Wahai
Ruhullah sesungguhnya engkau lebih berhak daripada kami dalam hal itu.”, maka Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil wudhu dan salat.
Kemudian beliau banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu dan membukanya.
Tiba-tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lezat yang tidak ada durinya.
Nabi Isa ditanya: “Wahai
Ruhullah, apakah ini makanan dari dunia atau dari surga?” Nabi Isa menjawab: “Bukankah Tuhan kalian
melarang kalian untuk bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari langit dan
tidak ada makanan sepertinya di dunia dan ia bukan berasal dari surga tetapi ia
adalah sesuatu yang Allah SWT ciptakan dengan kekuasaan yang luar biasa di mana
Dia cukup mengatakan “jadilah, maka jadilah.”
Para mufasir berbeda
pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan kepada Isa, apakah itu ikan
atau daging? Apakah roti atau buah-buahan? Kami memandang bahwa
pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu yang paling penting yang
perlu kita perhatikan adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya ia
diciptakan oleh Allah SWT dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia cukup
mengatakan “Jadilah, maka jadilah ia.”
Inilah hakikat makanan
tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yaitu suatu tanda yang
Allah SWT mengancam bagi siapa yang menentangnya Dia akan menyiksanya dengan
azab yang belum pernah diterima oleh seseorang pun di dunia. Para ulama berbeda
pendapat apakah makanan tersebut memang diturunkan atau tidak, tetapi menurut
pendapat mayoritas dan ini yang benar makanan tersebut memang diturunkan,
sesuai dengan firman Allah SWT: “Aku akan menurunkan hidangan itu bagimu. “
Dikatakan bahwa ribuan
pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan tersebut tidak habis. Setiap orang
yang buta ia sembuh dari butanya dan setiap orang yang belang ia sembuh dari
belangnya akibat memakan hidangan itu. Alhasil, setelah menyantap makananitu,
orang yang sakit sembuh dari penyakitnya. Maka hari turunnya makan itu
dijadikan hari raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin dan para pengikut
Nabi Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu mulai hilang dan
mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari ini di Injil-Injil
yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT ceritakan dalam
surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita sikap lain dari Nabi Isa bin
Maryam. Allah SWT berkata setelah menceritakan kepada kita tentang turunnya
mukjizat makanan dari langit:
“Dan (ingatlah) ketika
Allah berfirman: ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:
‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah!’ Isa menjawab: ‘Maha
Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).
Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada
diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak
pernah mengatakan kepada rnereka kecuali apa yang Engkau tiepadaku
(mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi
saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau
wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha
Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman:
‘lni adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal
di dalamnya selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.’ Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. ” (QS. al-Maidah: 116-120)
Dengan ayat-ayat tersebut,
Al-Qur’an menutup surah al-Maidah. Demikianlah konteks Al-Qur’an berpindah
secara mengejutkan dari turannya makanan kepada sikap atau dialog antara Allah
SWT dan Isa bin Maryam pada hari kiamat. Allah SWT bertanya pada hari kiamat: ‘Hai Isa
putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku
dua orang tuhan selain Allah?’
Para ahli ilmu sepakat
bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat pertanyaan mumi meskipun tampak dalam
bentuk pertanyaan karena Allah SWT mengetahui apa yang dikatakan oleh Isa.
Tentu yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah sesuatu yang lain. Ada yang
mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa kaumnya telah
mengubah ajarannya sepeninggalnya. Dan mereka telah mendapatkan fitnah. Ada
lagi yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu untuk
mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak ada.
Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna yang lain.
Allah SWT ingin menyingkap
dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang terakhir bahwa Nabi Isa terlepas
dari berbagai macam tuduhan, dan apa saja yang dilakukan kaumnya
sepeninggalnya. Konteks AI-Qur’an menunjukkan tentang peristiwa gaib yang belum
terjadi meskipun akan terjadi pada hari kiamat. Oleh karena itu, Al-Qur’an
menyampaikannya dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau). Al-Qur’an
menyampaikan berita gaib ini kepada penduduk dunia agar mereka mengetahui
hakikat Isa bin Maryam.
Allah SWT bertanya
kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi besar, Isa tidak menjawab
kecuali setelah ia mengatakan: ‘Maha
Suci Engkau ya Allah.’ Sebelum
menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan menyucikan Allah SWT. Nabi Isa
menampakkan kepatuhan dan ketundukan kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut
terhadap azab-Nya. Qurthubi menyampaikan dalam tafsirnya:
“Ketika Allah SWT berkata
kepada Isa, apakah engkau berkata kepada manusia jadikanlah aku dan ibuku tuhan
selain Allah, maka Isa tampak gemetar terhadap perkataan itu sehingga ia
mendengar rintihan dari tulang-tulangnya di dalam jasadnya lalu ia berkata:
‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku
(mengatakannya). Tidak mungkin aku memutuskan sesuatu yang tidak aku miliki,
yang diriku tidak dapat melakukannya. Aku hanya seorang hamba, bukan seorang
yang disembah: Jika aku pernah mengatakannya maha tentulah Enghau telah
mengetahuinya.
Demikianlah Nabi Isa
menyampaikan jawabannya kepada Allah SWT dan ia mengembalikan sesuatu kepada
Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Mengetahui terhadap apa yang dikatakannya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada
diri Engkau. Yakni, Engkau mengetahui apa yang aku sembunyikan sedangkan aku
tidak mengetahui apa yang engkau sembunyikan. Engkau mengetahui rahasiaku dan
apa yang terlintas dalam hatiku dan aku tidak mengetahui apa yang Engkau sembunyikan
dari ilmu gaib-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Hanya
Engkau yang tahu terhadap hal-hal yang gaib. Hanya Engkau yang tahu terhadap
apa yang terjadi di tengah-tengah mereka setelah Engkau angkat aku dari bumi:
‘Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau kepadaku
(mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.’
Demikianlah kalimat-kalimat
yang disampaikan oleh Isa bin Maryam. Dia hanya mengajak manusia untuk hanya
menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya: Dan aku menjadi saksi terhadap
mereka, selama aku berada di antara mereka.
Sesungguhnya Engkau
mengawasi mereka saat aku tinggal di tengah-tengah mereka dan mengajak mereka
ke jalan yang benar. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka. Al-Wafat dalam Kitab Allah mempunyai tiga bentuk: Pertama, wafat dalam
pengertian kematian, sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya.” (QS. az-Zumar: 42)
Yakni ketika tercabutnya
ajal. Kedua, bahwa wafat adalah tidur, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Dialah yang
menidurkan kamu di malam hari. ” (QS. al-An’am: 60)
Yakni yang menidurkan
kalian. Ketiga, wafat berarti pengangkatan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai Isa, sesungguhnya
Aku yang menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku. ”
(QS. Ali ‘Imran: 55)
Demikianlah Isa terbebas
dari apa yang mereka katakan dan apa yang mereka nisbatkan kepadanya. Isa
mengumumkan bahwa dakwahnya tidak lebih dari sekadar ajakan untuk bertahuid dan
tidak keluar dari kerangka Islam yang diakui oleh pengikutnya. Kemudian Isa
kembali menyampaikan pembicaraannya dan meminta belas kasihan kepada Allah SWT: Jika Engkau rnenyiksa mereka, makasesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu. Tidak seorang pun dari makhluk yang mempunyai kekuasaan di
atas-Mu dan tidak ada Pencipta selain-Mu. Maha Suci Engkau dan tiada sekutu
bagi-Mu dalam kerajaan dan kekuasaan. Pada akhirnya, mereka adalah hamba-Mu dan
seorang hamba tidak memiliki apa-apa di hadapan tuannya kecuali kepatuhan: Dan
jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.’
Isa tidak mengatakan jika
Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih. Jadi,
jawaban Isa terfokus pada penyerahan diri dan kepatuhan serta tunduk kepada
kemuliaan Allah SWT dan kebesaran-Nya. Para pengikut Nabi Isa adalah
hamba-hamba Allah SWT yang patuh. Jika Allah SWT berkehendak, maka Dia akan
menyiksa mereka sesuai dengan siksaan yang layak mereka terima, dan jika Dia
berkehendak, maka Dia akan mengampuni mereka karena Dia mengetahui karena
mereka memang layak untuk mendapatkan ampunan. Dengan penyerahan yang mutlak
ini, Isa menyampaikan jawaban atas pertanyaan Allah SWT dan beliau berlepas
diri dari apa yang dikatakan oleh kaumnya sepeninggalnya. Isa menyampaikan—pada
awal pembicaraannya—bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah, dan pada akhir
pembicaraannya Isa menyampaikan penyerahan dirinya kepada Allah SWT. Allah
berfirman: ‘Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar
kebenaran mereka.
Allah SWT memuji ketulusan
Isa, dan karena dialog tersebut terjadi pada hari kiamat, Allah SWT berfirman: “Hari ini adalah hari kiamat di mana orang-orang yang benar akan
dapat mengambil manfaat dari kebenaran mereka di dunia. Kebenaran mereka di
sana akan mereka temukan balasannya yang berupa rahmat di sini. “Bagi mereka
surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-selamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. “
Demikianlah balasan
orang-orang yang benar, surga. Dan ada balasan yang lebih baik dari surga,
yaitu kepuasan (ridha) seorang hamba terhadap Allah SWT dan keridhaan Allah SWT
terhadap hamba. Pengertian kepuasaan seorang hamba adalah kegembiraannya
terhadap penyembahan kepada Allah SWT sedangkan pengertian keridhaan Allah SWT
terhadap hamba-Nya adalah rahmat yang diberikan-Nya kepada mereka: Itulah
keberuntungan yang paling besar.’ Setelah itu Allah SWT, memberitahukan hakikat
Isa dan seluruh nabi-Nya: “Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” Allah SWT
adalah Penguasa satu-satunya dan Dia Pencipta satu-satunya. Selain-Nya adalah
hamba.
Isa terus melangsungkan
dakwahnya sehingga kejahatan dan keburukan mengetahui bahwa singgasana mereka
terancam hancur. Lalu pasukan keburukan bergerak untuk menangkapnya.
Orang-orang Yahudi menyakitinya dan menuduhnya dengan berbagai macam tuduhan.
Isa dikatakan sebagai penyihir dan sebagai orang yang mengubah syariat dan
mereka menisbatkan kekuatannya yang luar biasa kepada kekuatan setan. Ketika
mereka tidak lagi memiliki tipu daya yang dapat melumpuhkan Nabi Isa dan mereka
melihat orang-orang yang lemah dan orang-orang fakir berkumpul di sekitarnya,
maka mereka mulai membikin suatu, makar. Mereka mempengaruhi orang-orang
Romawi.
Mula-mula pemerintahan
Romawi tidak turut campur karena menganggap bahwa perselisihan-perselisihan
antara orang-orang Yahudi adalah perselisihan yang terjadi demi memperebutkan
kepentingan sesama mereka. Lalu diadakanlah majelis Sanhadurim (yaitu majelis
undang-undang tertinggi dari kalangan Yahudi). Mereka berkumpul untuk membuat
persekongkolan demi menyingkirkan Isa. Persekongkolan itu mengambil bentuk yang
baru.
Ketika orang-orang Yahudi
tidak mampu memerangi Nabi Isa, mereka berpikir untuk membunuhnya. Mulailah
para ketua pendeta Yahudi bermusyawarah untuk membuat suatu kesimpulan tentang
cara yang mereka lakukan untuk menangkap Nabi Isa yang tidak menirnbulkan
kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Ketika para kepala Yahudi
bermusyarah, maka salah seorang dari murid al-Masih yang dua belas pergi kepada
mereka, yaitu Yahuda al-Iskhriyutha. Ia berkata kepada mereka, “Apa yang kalian berikan jika aku berhasil menyerahkannya kepada
kalian.”
“Meja penghianatan telah
digelar di antara mereka dan dimulailah perundingan. Orang-orang Yahudi
berusaha mencari titik temu dan mereka sepakat untuk memberinya tiga puluh
lempeng dari perak. Ini adalah harga yang biasa mereka lakukan untuk membeli
seorang budak sesuai dengan syariat Yahudi.” (penjelasan Injil Mata)
Selesailah konspirasi yang
menetapkan untuk menangkap al-Masih dan kemudian membunuhnya. Dikatakan bahwa
kepala pendeta Yahudi merobek-robek bajunya secara dramatis di suatu pertemuan
agama dan ia berteriak,“sungguh Isa telah kafir.” Pero bekan baju dalam tradisi orang-orang Yahudi dilakukan ketika
mereka mendengar atau melihat sesuatu yang mengandung penghinaan terhadap
Allah. Para pendeta Yahudi tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum
bunuh pada saat itu. Semua itu dilakukan oleh kekuasaan penguasa Romawai.
Tetapi tampaknya mereka berhasil meyakinkan kekuasaan Romawi bahwa Isa telah
membuat rencana untuk melengserkan kekuasaan Romawi atau mereka berhasil
meyakinkan penguasa Romawi bahwa masalah yang mereka hadapi murni berkaitan
dengan tradisi mereka dan keyakinan mereka. Kemudian mereka menyarankan agar
penguasa tidak turut campur atas apa yang mereka tetapkan. Demikianlah
konspirasi itu telah ditetapkan dan telah diputuskan bahwa Isa harus ditangkap
dan kemudian disalib.
Empat Injil yang diakui
oleh kalangan Masehi saat ini membicarakan tentang proses pembunuhan Isa di
mana beliau disalib kemudian beliau bangkit dari kematiannya dan naik ke
langit. Semua Injil ini sepakat tentang proses pengyaliban Isa dan kematiannya,
sebagaimana mereka sepakat tentang tabiat Isa yang mengandung ketuhanan yang
bercampur dengan tabiatnya sebagai manusia. Kami akan menyampaikan keyakinan
orang-orang Masehi berkaitan dengan Isa sebagaimana diyakini oleh mayoritas
kaum Nasrani saat ini, kemudian kami akan mengemukakan keyakinan Islam tentang
Isa sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an al-Karim dan disampaikan oleh para
ulama dan disebutkan dalam hadis. Setelah itu, kita akan membicarakan hal-hal
yang perlu dibicarakan berkaitan hubungan antara kaum Muslim dan kaum Masehi
serta kaitannya dengan akidah mereka.
Injil Mata mengatakan, “Isa ditangkap dan majelis Sanhadirum memutuskan bahwa ia harus
dibunuh. Kemudian para anggota mejelis itu dari kepala-kepala para pendeta dan
para tokoh mereka menghinanya dan mengejeknya serta berbuat aniaya terhadapnya
bahkan mereka meludahi wajahnya dan menempelengnya. Sambil mengejek mereka berkata, “beritahukanlah wahai
al-Masih siapa yang memukulrnu.” Setelah
itu al-Masih ditangkap dan ia ditetapkan untuk dibunuh.
Adalah sudah menjadi
tradisi di kalangan orang-orang Romawi untuk mencambuk orang yang ditetapkan
untuk dibunuh sebelum pelaksaan hukum tersebut. Oleh karena itu, para penguasa
Romawi menetapkan agar al-Masih dicambuk terlebih dahulu. Sedangkan syariat Musa
menetapkan agar cambukan itu tidak melebihi empat puluh kali, namun orang-orang
Romawi tidak berhenti pada batasan ini bahkan mereka terus mencambuk korban
dengan cambukan yang kejam dan terus-menerus sehingga punggung yang
bersangkutan hampir saja patah dan napasnya nyaris tinggal sedikit. Setelah
itu, mereka mulai melaksanakan hukum bunuh kepadanya. Demikianlah yang
dilakukan oleh tentara terhadap penyelamat kita. (Injil Mata 26)
Selesailah proses
pecambukan, lalu penguasa Romawi menyerahkan Isa kepada tentara agar mereka
menyalibnya. Kemudian para tentara membuat sesuatu hal yang bermaksud untuk
menghibur. Mereka mencabut pakaian Isa yang dilumuri dengan darah yang ada luka
di tubuhnya setelah proses pencabukan, lalu mereka memakaikan pakaian merah
dengan maksud untuk mengejeknya. Para raja biasanya memakai pakaian merah.
Mereka terus menghinanya. Mereka memakaikannya mahkota dari duri dan
meletakkannya di atas kepalanya. (Injil Mata 26)
Akhirnya, mereka sampai
pada suatu tempat yang bernama Jaljatsah, yaitu suatu tempat di luar pagar
Ursyilim. Tradisi Yahudi menetapkan untuk memberi satu gelas khamer yang
bercampur dengan minyak wangi bagi orang yang ditetapkan untuk dihukum mati
sebelum pelaksanaan hukum. Ini dimaksudkan sebagai alat pembius untuk
meringankan penderitaannya. Tetapi para tentara menentang tradisi ini dan
mereka memberi al-Masih satu gelas dari cuka yang bercampur dengan sesuatu yang
pahit.” (Injil Mata 26)
Teks Injil mata mengatakan
(cetakan tahun 1972) pada pasal kedua puluh tujuh: “Sehingga mereka sampai ke suatu tempat yang
bernama Jaljatsah lalu mereka memberinya minuman keras yang bercampur dengan
empedu agar ia meminumnya. Ketika ia merasakannya, ia enggan untuk meminumnya.
Kemudian mereka menyalibnya. Kemudian mereka duduk di sana menjaganya dan
meletakkan di atas kepalanya suatu tuduhan yang tertulis: Ini adalah Yasu’,
penguasa Yahudi. Mereka benar-benar menyalibnya bersama Yasim. Salah seorang
dari keduanya di sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu
orang-orang yang lewat di tempat itu mencelanya dan berkata, “wahai yang
menghancurkan tempat sembahan dan yang membangunnya pada tiga hari,
selamatkanlah dirimu dan jika engkau adalah anak Allah, maka turunlah dari
tempat penyaliban itu.”
Demikianlah sebagian
riwayat kaum Masehi tentang proses penyalipan serta penafsiran mereka berkaitan
dengannya. Kami telah menukilnya tanpa memperhatikan tentang catatan yang
terdapat dalam Injil Mata yang terbaru, yaitu ia merupakan catatan yang paling
baik dalam bentuknya yang terkumpul dari ulama-ulama mereka dan tokoh-tokoh
agama Masehi sehingga ia lebih mudah untuk dipahami dan lebih sederhana. Kami
telah mengemukakan sebagiannya kepada Anda dalam halaman-halaman ini.
Sementara itu, dalam akidah
Islam disebutkan suatu riwayat yang berbeda dengan riwayat yang ada dalam
Injil-Injil yang terdapat sekarang, baik yang berhubungan dengan kehidupan
akhir yang dialami oleh Isa maupun tabiat Isa yang merupakan sumber
perselisihan setelah pengangkatannya. Al-Qur’an al-Karim menceritakan bahwa
Allah SWT tidak menghendaki Bani Israil untuk membunuh Isa atau menyalibnya
tetapi Allah SWT menyelamatkannya dari kekufuran mereka lalu mengangkatnya di
sisi-Nya. Mereka tidak berhasil membunuhnya dan tidak berhasil menyalibnya
tetapi ia diserupakan seperti orang-orang di antara mereka. Allah SWT
berfirman:
“Dan karena ucapan
mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul
Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi
yang mereka bunuh ialah arang yang diserupakan dengan Isa bagi meeha.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidah mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka,
mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepadanya.” (QS. an-Nisa’: 157-158)
Dan Allah SWT juga
berflrman:
“(Ingatlah), ketika Allah
berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan karnu pada akhir ajalmu
dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang
kafir. ” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Para ulama-ulama Islam
sepakat atas hal itu dan mereka berselisih pendapat tentang cara beragumentasi
terhadap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran. Sebagian mereka meyakini
nas-nas Al-Qur’an saja yang menyebut tentang Isa al-Masih dan mereka tidak
mendukungnya atau memperkuatnya dengan kitab-kitab lain selain Al-Qur’an. Kedua
metode tersebut memiliki titik kekuatan tersendiri. Orang yang berpegangan
dengan pendapat yang pertama mengatakan bahwa Nabi melarang untuk membahas
kitab-kitab pegangan kaum Yahudi dan kaum Nasrani. Bagi kaum itu agama mereka
dan bagi kita agama kita dan hanya Allah SWT yang akan memutuskan segala
perselisihan di antara kita pada hari kiamat.
Sedangkan orang-orang yang
berpegangan dengan cara yang kedua mengatakan bahwa larangan Nabi tersebut terjadi
pada permulaan masa Islam di mana kaum Muslim sangat dekat dengan masa
jahiliah. Nabi memerintahkan mereka agar tidak disibukkan dengan kitab-kitab
lain selain kitab mereka, yakni Al-Qur’an. Yang demikian ini dimaksudkan agar
mereka memiliki akidah yang kuat dan keyakinan mereka benar-benar tertanam
dalam diri mereka, Tetapi ilmu dan pandangan ilmiah menetapkan bahwa seorang
yang alim harus banyak menggali kitab-kitab kuno dalam rangka mengetahui
kebenaran dan jika ia mendapati sesuatu yang sesuai dengan apa yang didapatinya
dengan kebenaran, maka hatinya akan lebih merasa tenang dan damai. Berkaitan
dengan kelompok yang pertama yang merasa cukup dengan Al-Qur’an, kita tidak
menemukan perincian-perincian yang mendalam berkenaan dengan usaha penangkapan
Isa, bagaimana proses pengangkatannya ke langit, di mana Isa diserupakan dengan
salah seorang di antara mereka, bagaimana dia diserupakan dengan salah seorang
di antara mereka. Allah SWT telah menyerupakannya dengan salah seorang di
antara mereka sedangkan Nabi Isa diangkat ke langit.
Demikianlah penjelasan
singkat mereka, tidak ada penambahan lagi. Sedangkan kelompok yang kedua,
mereka melontarkan kisah secara lengkap. Mereka mengatakan bahwa Allah SWT
menyerupakan Isa dengan Yahuda. Yahuda ini adalah Yahuda al-Askhariyutha yang
menurut Injil ia menjualnya kepada musuh-musuhnya dan menunjukkan kepada mereka
tentang keberadaannya. Ia adalah seorang muridnya yang terpilih. Demikian ini
sesuai dengan Injil Barnabas di mana disebutkan di dalamnya: “Ketika
para tentara mendekat bersama Yahuda di tempat yang di situ terdapat Yasu’,
maka Yasu’ mendengar kedatangan segerombolan orang yang menuju tempatnya. Oleh
karena itu, ia segera pergi ke rumah dalam keadaan takut. Di dalam rumah itu
terdapat sebelas orang yang tidur.
Ketika Allah melihat
bahaya akan mengancam hamba-Nya, maka Dia merintahkan Jibril, Mikail, dan
Rafail (Israfil), serta Idril (Izrail) yang mereka semua adalah para utusan-Nya
untuk mengambil Yasu’ dari dunia. Lalu datanglah malaikat-malaikat yang suci di
mana mereka mengambil Yasu’ dari pintu yang dekat dengan arah selatan. Mereka
membawanya dan meletakkannyadi langit yang ketiga dengan disertai para malaikat
yang selalu bertasbih kepada Allah selama-lamanya. Yahuda masuk secara paksa ke
kamar yang di situlah Yasu’ diangkat ke langit. Saat itu murid-murid sedang
tidur semuanya, lalu Allah mendatangkan keajaiban yang luar biasa di mana
Yahuda berubah cara berbicaranya dan juga wajahnya. Ia sangat mirip sekali
dengan Yasu’ sehingga kami mengiranya Yasu’. Adapun ia (Yahuda) setelah
membangunkan kami, ia mencari-cari di mana si guru berada. Oleh karena itu,
kami merasa heran dan kami menjawab, “bukankah engkau wahai tuanku guru kami,
apakah sekarang engkau telah melupakan kami?” Demikianlah
kisah yang terdapat dalam Injil Barnabas. Allah SWT berfirman:
“Al-Masih putra Maryam
itu hanyalah seorang rasul yang Sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa
rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan
makanan.” (QS. al-Maidah: 75)
Para ulama berkata, “Al-Masih dinamakan al-Masih karena ia mengusap bumi dan
membersihkannya serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari fitnah di zaman
itu karena saking hebatnya kebohongan orang-orang Yahudi kepadanya dan
bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dusta padanya dan kepada ibunya as.” Banyak ulama yang meriwayatkan tentang kesucian spiritual dari
Nabi Isa. Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau menceritakan tentang
al-Masih sebagai berikut: “Isa melihat seorang lelaki yang mencuri lalu
ia berkata: “Wahai si fulan apakah engkau mencuri?” Orang itu berkata: “Tidak,
demi Allah aku tidak mencuri,” Isa berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT dan
pengelihatanku telah berbohong.” Ini menunjukkan kesucian ruhani Isa di mana ia
lebih memilih sumpah orang itu atas apa yang disaksikannya. Ia membayangkan
bahwa orang tersebut tidak akan bersumpah dan membawa nama Allah SWT yang Maha
Besar lalu ia berdusta sehingga ia menerima pernyataannya dan ia kembali kepada
dirinya sendiri sambil berkata: “Aku beriman kepada Allah SWT, yakni aku
mempercayaimu dan mataku telah berbohong karena engkau telah bersumpah.” Ada riwayat lagi yang mengatakan bahwa suatu hari Nabi Isa
berjalan bersama sahabatnya dan mereka melewati bangkai anjing yang busuk
baunya, lalu sahabat-sahabat Isa sangat terpukul dan sangat menderita dengan
bau anjing itu. Melihat sikap mereka, Isa berkata:“Lihatlah
betapa putih giginya.”
Isa ingin mengajari manusia
bagaimana mereka menghadapi keburukan di mana Nabi Isa menekankan agar mereka
lebih melihat kepada keindahan dan kebaikan. Dakwah Nabi Nabi Isa merupakan
puncak dari ketinggian ruhani dan idealisme yang mengagumkan di mana Beliau
lebih menekankan kebaikan daripada keburukan. Rasulullah berkata: “Semua para nabi adalah saudara, agama mereka
satu sedangkan mereka dilahirkan dari berbagai macam ibu dan aku adalah manusia
yang utama begitu juga Isa bin Maryam di mana tidak ada nabi setelahku dan
sesudahnya.” Dalam
berbagai riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa akan turun pada akhir zaman. Islam
sangat memberikan penghormatan kepada Isa yang sesuai dengan kedudukannya
sebagai salah satu nabi ulul azmi yang besar. Islam menamakannya Rasulullah dan
Kalimatullah yang telah diberikan kepada Maryam. Allah SWT berfirman:
“Wahai ahli Kitab,
janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah hamu mengatakan
terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih Isa putra Maryam itu
adalah utusan Allah dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya
kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ‘(Tuhan itu) tiga.’
Berhentilah dari ucapan itu. (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara. Al-Masih
sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat malaikat yang terdekat (kepada Alah). Barangsiapa yang enggan dari
menyernbah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka
semua kepadanya. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka
Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah
akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan
memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari Allah. ” (QS.
an-Nisa’: 171- 173)
Ibnu Katsir berkata dalam
Qhisasul Anbiya’: Para pengikut Nabi Isa berselisih pendapat setelah Nabi Isa
diangkat ke langit. Sebagian mereka mengatakan, di tengah-tengah kita ada hamba
Allah SWT dan rasul-Nya (Ariyus). Sebagian lagi mengatakan, dia adalah Allah.
Yang lain lagi mengatakan, dia adalah anak Allah. Mereka berselisih pendapat
tentang Injil yang menyebutkan berbagai kebo hongan di mana terdapat di
dalamnya penambahan, pengurangan, dan pergantian. Al-Qur’an al-Karim telah
membahas persoalan ketuhanan. Ia menjelaskan bahwa Allah SWT Maha Suci dari
segala sekutu dan anak dan segala hal yang menyerupai-Nya serta segala bentuk
ingkarnasi, kejauhan, kedekatan dan pencapaian pandangan mata. Allah SWT
berfirman:
“Katakanlah: “Dia-lah
Allah, YangMahaEsa.’Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang
pun yang setara dengan Dia. ” (QS. al-Ikhlash: 1-4)
Dan tentang Isa as Allah
berfirman: “Sesungguhnya
misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’
(seorang manusia), maka jadilah ia.” (QS. Ali ‘Imran: 59)
“Mereka (orang-orang
kafir) berkata: Allah mempunyai anah.’ Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di
langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepadanya. Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu,
maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’, lalujadilah ia.” (QS.
al-Baqarah: 116-117)
“Orang-orang Yahudi
berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang-orang Nasrani berhata: Al-Masih itu
putra Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilaknat oleh Allah; bagaimana
mereka sampai berpaling?” (QS. at-Taubah: 30)
Nas tersebut mengisyaratkan
akidah orang-orang Mesir dan orang-orang seperti mereka dari umat-umat yang
terdahulu di mana akidah mereka terfokus pada keyakinan penyaliban Isa, tentang
tebusan dan kebangkitan Tuhan yang disembelih serta penentangannya terhadap
para pengikutnya setelah kematiannya.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya telah
kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putra
Maryam.‘ Katakanlah: ‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi
kehendah Allah, jika Dia hendak membinasakan al-Masih putra Maryam itu beserta
ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?’ Kepunyaan
Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apayang ada di antara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dihehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. al-Maidah: 17)
“Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan: Allah salah seorang dari yang tiga,’ padahal
sekali-kali tidak ada selain dari Tuhan YangEsa.” (QS. al-Maidah: 73)
Demikianlah Al-Qur’an
al-Karim menyebutkan sikap berbagai aliran yang saling berlawanan yang tumbuh
setelah pengangkatan al-Masih. Al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Masih adalah
hamba Allah SWT dan seorang rasul yang diutus kepada Bani Israil. Kata hamba dan
rasul adalah kata yang sangat jelas artinya, adapun yang dimaksud dengan
al-Kalimah dan ar-Ruh, maka kedua kata tersebut perlu dijelaskan. Kaum Muslim
memahami bahwa al-Kalimah adalah petunjuk Allah SWT yang diberikan-Nya kepada
Maryam sedangkan ar-Ruh adalah menunjukkan atau mengisyaratkan kepada Ruh
Kudus, yaitu Jibril as. Allah SWT telah menguatkannya atau menguatkan Nabi Isa
dengan ruh yakni Jibril:
“Dan (ingatlah) ketiha
Aku dukung kamu dengan Ruhul Kudus.” (QS. al-Maidah: 110)
Setelah mengemukakan
keyakinan kaum Masehi tentang karakter Nabi Isa dan akhir dari kehidupannya dan
setelah menjelaskan kebenaran yang Allah SWT ceritakan kepada kita tentang
karakter tersebut dan akhir dari kehidupan yang dialami oleh Nabi Isa, kita ingin
mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim dalam hubungan mereka
dengan orang-orang Masehi serta keyakinan mereka. Islam menetapkan atau
menyampaikan nas-nas yang jelas yang mengkhususkan agama Masehi—di antara
agama-agama yang lain—dengan kecintaan. Al-Qu’ran mengingkari ketuhanan
al-Masih; ia juga mengingkari penyaliban dan tebusan dosa yang dilakukannya.
Namun Al-Qur’an menegaskan dalam nasnya bahwa agama Nasrani merupakan agama
yang lebih dekat kecintaannya kepada Islam. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya kamu dapati
orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman
ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati
yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah
orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian
itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (QS. al-Maidah: 82)
Allah SWT memuji para
pengikut al-Masih yang berjalan di atas petunjuknya. Allah SWT berfirman:
“Dan Kami jadikan dalam
hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka
mengada-adakan rahbaniyah (keadaan tidak menikah dan mengurung diri di biara)
padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang
mengada-adakannya untuk mencarai keridhaan Allah.” (QS. al-Hadid: 27)
Tidak terdapat kontradiksi
dari dua sikap tersebut. Pengingkaran Al-Qur’an terhadap ketuhanan al-Masih dan
pengakuannya terhadap kecintaan kaum Nasrani serta pujiannya terhadap
orang-orang yang mengikuti Nabi Isa mengandung makna lebih dari satu: Pertama,
bahwa Masehi berdasarkan pada agama Tauhid dan sangat sulit bagi para pengikutnya
untuk meninggalkan tauhid, dan hanya Allah SWT yang mengakui hakikat apa yang
terpendam dalam hati; kedua, dalam kalangan orang-orang Nasrani terdapat para
pendeta dan para rahib yang tidak bersikap congkak di hadapan Allah SWT tetapi
mereka sangat patuh dan tunduk kepadanya; ketiga, sebagian pengikut Nabi Isa
memiliki hati yang dipenuhi dengan kasih sayang dan rahmat. Tentu rahmat dan
kasih sayang tersebut tidak tumbuh kecuali dari keimanan terhadap hari akhir.
Allah SWT telah menetapkan perintah-Nya kepada kaum Muslim agar mereka
memperlakukan ahlul kitab dengan perlakuan yang mulia dan baik, sebagaimana
Islam menjamin kebebasan untuk menentukan keyakinan pada setiap manusia. Allah
SWT berfirman:
“Dan jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka
apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya?” (QS. Yunus: 99)
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang salah.” (QS. al-Baqarah: 256)
“Katakanlah: ‘Hai ahli
kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidah kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah).’” (QS. Ali ‘Imran: 64)
Kita perhatikan bahwa
ayat-ayat tersebut berbicara tentang cara memperlakukan kaum Masehi sebagai
individu sebagaimana ia berbicara tentang bagaimana kita memperlakukan
keyakinan mereka. Sehubungan dengan kaum Masehi sebagai individu, kita menyaksikan
ayat-ayat tersebut memerintahkan untuk membalas kecintaan yang mereka
perlihatkan di mana nas tersebut dengan tegas mengatakan bahwa mereka lebih
dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman. Jika Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut, maka orang-orang Muslim harus membalas kebaikan dan
kecintaan yang ditunjukkan oleh kaum Nasrani. Adapun sehubungan dengan
keyakinan mereka, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang melarang untuk
memaksa manusia dalam bentuk apa pun. Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah:
‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.” (QS.
al-Kahfi: 29)
Yang demikian itu, karena
keimanan yang didahului dengan paksaan adalah bukan keimanan karena ia berarti
mencabut ikhtiar atau kebebasan manusia, padahal itu adalah syarat dari
keimanan. Dan barangkali inilah yang menunjukkan kesempumaan Islam dilihat dari
sikapnya yang demikian indah. Kami kira tanpa kita harus memaksakan tafsiran
kita kepada ayat-ayat tersebut dan memohon kepada Allah SWT dari kesalahan dan
kebodohan bahwa Islam dengan sikapnya itu ingin menjauhkan para pengikutnya
dari kalangan awam dari perdebatan yang panjang dan melelahkan seputar
keyakinan orang lain. Tentu perdebatan tersebut tidak akan berujung dan akan
menjadi seperti debat kusir saja. Namun tugas tersebut hanya diemban oleh para
ulama, di mana mereka membahas sebagaimana mereka kehendaki berbagai
keyakinan-keyakinan keberagamaan, sedangkan orang-orang awam tidak diberi
tanggung jawab dalam hal itu. Lagi pula, perselisihan antara keyakinan dan
aliran-aliran di kalangan Masehi dan kalangan Yahudi jika melibatkan
orang-orang awam, maka itu hanya memboroskan waktu dan hanya membuat lelah
saja.
Islam akan kembali menjadi
asing dan akan kembali menjadi asing seperti pertama kali terbit. Dalam suasana
keasingan Islam yang pertama, orang-orang Muslim berhasil membangun suatu
individu Muslim yang kokoh. Dan ketika bangunan tersebut telah selesai, maka
sempurnalah pembangunan pemerintahan Islam. Kita tidak mendengar bahwa salah
seorang di antara mereka terlibat dalam perdebatan yang sengit yang tidak
berujung sekitar keyakinan orang lain. Sesungguhnya memberi petunjuk kepada
orang lain sehingga orang tersebut engetahui jalan menuju Allah SWT adalah
perbuatan yang indah, tetapi hidayah tersebut didahului dengan tekad seseorang
untuk memberikan petunjuk kepada dirinya sendiri. Seandainya orang-orang Islam
membimbing mereka menuju jalan Allah SWT niscaya Allah SWT memberi petunjuk
melalui mereka siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an menetapkan dua
mukjizat kepada Nabi Isa yang tidak disebutkan dalam kitab Injil: pertama
mukjizat yang berupa pembicaraannya saat ia masih menyusui dibuaian. Dan yang
kedua mukjizat makanan yang turun dari langit kepada kaum Hawariyin.
Sebagaimana Al-Qur’an menetapkan kemuliaan yang diperoleh oleh Nabi Isa saat ia
diselamatkan dari tangan-tangan jahat orang-orang Yahudi yang ingin menyiksanya
atau membunuhnya sehingga Nabi Isa terselamatkan dan dia diangkat ke langit.
Rasulullah saw mewasiatkan kepada sahabatnya agar mereka memperlakukan
orang-orang Masehi dengan penuh kebaikan, bahkan beliau menikahi Maria
al-Qibthiya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seseorang lelaki
dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Hasin mempunyai dua orang anak yang
masih Kristen, lalu ia masuk Islam dan bertanya kepada Rasulullah saw bagaimana
seandainya ia harus memaksa kedua anaknya untuk memeluk Islam sedangkan mereka
berdua menolak agama lain selain agama Masehi? Kemudian Allah SWT menurunkan
ayat yang berbunyi:
“Tidak ada paksaan dalam
memeluk agama (Islam).” (QS. al-Baqarah: 256)
Ketika para utusan Najran
dari kalangan kaum Masehi datang ke Madinah untuk berunding dengan Nabi, maka
beliau memberi mereka setengah dari mesjidnya agar mereka dapat melaksanakan
salat dengan cara mereka di dalamnya. Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri
untuk melakukan salat kepada seseorang jenazah lalu dikatakan kepadanya bahwa
ia adalah jenazah Yahudi. Kemudian Rasulullah menjawab: “Bukankah ia adalah manusia.” Dalam
kesempatan lain Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa
yang mengganggu secara aniaya seorang Yahudi atau seorang Nasrani, maka aku
akan jadi musuhnya pada hari kiamat.” Terkadang
kekuasaan akan langgeng meskipun disertai dengan kekufuran tetapi ia tidak akan
abadi ketika disertai dengan kelaliman.
Para ulama Islam berselisih
pendapat berkaitan dengan keadaan Nabi Isa setelah pengangkatannya. Mereka
sepakat bahwa beliau tidak disalib tetapi Allah SWT mengangkatnya di sisi-Nya.
Tetapi ketika ia tidak disalib, maka bagaimana keadaannya setelah itu: apakah
ia masih hidup, ataukah ia mati seperti matinya nabi yang lain? Mayoritas
mengatakan bahwa Allah SWT mengangkat Isa dengan fisiknya dan ruhnya di
sisi-Nya. Mereka mengambil zahir dari firman-Nya:
“Tetapi Allah
mengangkatnya di sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 158)
Juga sebagian hadis yang
mendukung hal tersebut. Sementara itu, kelompok yang lain dari kalangan
mufasirin, dan ini adalah kelompok yang minoritas, mereka mengatakan bahwa Nabi
Isa hidup sehingga Allah SWT mematikannya sebagaimana Dia mematikan
nabi-nabi-Nya lalu Dia mengangkat ruhnya di sisi-Nya sebagaimana ruh para nabi
diangkat, begitu juga ruh para shidiqin (orang-orang yang benar) dan syuhada.
Mereka mengambil zahir firman-Nya:
“(Ingatlah) ketika Allah
berfirman: ‘Hai ha, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu
dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang
kafir.” (QS. Ali ‘Imran: 55)
Kami sendiri lebih memilih pendapat yang pertama karena ia sangat
sesuai—sebagai mukjizat yang luar biasa—dengan kelahiran Isa di mana kelahiran
tersebut dipenuhi dengan mukjizat yang luar biasa, juga sesuai dengan
kehidupannya dan kesuciannya. Jadi, kedua-duanya merupakan mukjizat yang luar
biasa.
Referensi
* Sami bin Abdullah bin
Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai
Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta,
2008.
* Dr. Syauqi Abu Khalil,
Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an
secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta,
2008.
* Ibnu Katsir, Qishashul
Anbiyaa', hlm 24.
* Ibnu Asakir, Mukhtashar
Taarikh Damasyaqa, IV/224.
* ats-Tsa'labi, Qishashul
Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A.
Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah
Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Departemen Agama RI,
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah
Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us,
keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu'ad Abdul
Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din
'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami,
Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani,
Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani,
Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari
Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari
Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema
Insani, Jakarta, 1999.