“Pemimpin besar hanya dilahirkan sekali dalam suatu kurun”
demikianlah pameo sejarah menyebutkannya. Menuturkan pengakuan atas
kepemimpinan seorang tokoh yang wafat pada usia 43 tahun (1906-1949).
Dialah
pribadi yang dipersiapkan oleh qudrah illahiyah (kekuasaan Allah),
tarbiyah rabbaniyah, lalu dimunculkan pada waktu yang tepat. Sosok
seorang Muslim sejati, merampungkan hafalan Al-qur’an pada usia 14
tahun, memiliki komitmen untuk selalu taat kepada Allah, beliau tidak
pernah lengah dan tidak pernah merasa bosan dalam menunaikan tugas dan
kewajiban agama.
Hasan Albanna, penyebaran dakwahnya
sangat dirasakan oleh seluruh dunia sampai saat sekarang ini. Kebesaran
tentang sistem kepemimpinannya tak hanya sebatas isapan jempol belaka,
baik dalam kapasistas intelektualnya sebagai konseptor, secara moral
sebagai murobbi (pendidik), maupun secara sosial politik sebagai
pemimpin jama’ah yang tumbuh dan berkembang pesat hingga saat ini.
Sesungguhnya
dipermulaan abad kedua puluh, islam di bagian Timur telah kehilangan
mutiara dakwah. Endapan kegagalan yang diwariskan oleh pemerintahan
Mamalik, Atrak, dan Khudyawi, menyebabkan negeri ini kehilangan segala
kekuasaan dan kehebatannya. Buminya secara nyata dijajah oleh
bangsa-bangsa asing dan kekayaannya pun dirampas. Sementara itu, negeri
ini semakin terpuruk karena lemahnya para ulama, mereka tunduk
terhadap materi dan kekuasaan sehingga jihad dan perundangan islam
telah disembunyikan.
Lebih dari itu, akhlak
islampun telah dipojokkan, suara amar ma’ruf sudah tidak terdengar
lagi. Hancur berderailah segala kemuliaan, lalu diganti dengan ananiah
dan kekacauan. Ditambah dengan semakin maraknya propaganda kerusakan
dan kehancuran, pengumbaran hawa nafsu, serta kekufuran dan kezindikan.
Berbagai media massa yang tersebar juga berpengaruh menjadi penopang
bagi berbagai propaganda yang merusak, gerakan yang destruktif, dan
peremehan agama beserta nilai-nilainya.
Dalam arus
kebangkitan umat islam di tengah kelenaan sebagian para pengusungnya,
lahirlah sosok yang menghentak generasi muda muslim dari tidur
panjangnya. Bukan hanya Mesir, dunia arab dan dunia islam secara
keseluruhan terkejut oleh dakwahnya, tarbiyahnya, jihadnya dan karakter
uniknya. Senada dengan hal ini Syekh An-Nadawi juga berkomentar tentang
diri Hasan Al-Banna, ''Dia adalah sosok yang mengejutkan Mesir dan
dunia islam.'' Allah telah mengumpulkan pada dirinya berbagai
kesanggupan yang tak semua orang memilikinya. Mulai dari pemikiran yang
berlian, pemahaman yang cermelang, wawasan yang luas, azam yang kokoh,
semangat yang membara, lisan yang fasih, pandangan yang jauh kedepan,
dan jiwa yang tawadhu’.
Integritas intelektualnya sangat
tampak pada kemampuannya memadukan secara proposional emosi dan rasio,
serta konsistensinya pada hukum alam dalam beraktivitas. Betapa tidak,
di usianya yang belum lagi melampaui 22 tahun, dia sudah begitu piawai
memimpin jama’ah ikhwanul muslim. Jama’ah yang bertujuan memberi
pemahaman islam yang benar.
Tidak tanggung-tanggung yang
dipimpin oleh pemuda ini adalah tokoh-tokoh besar sekaliber Syaikh
Amien Al-Husaini (Mufti Palestina), Syaikh Muhibbun Al-Khatib (seorang
tokoh Salafi, pada jama’ah Ansharus Sunnah dan ahlul hadist), Dr.
Mustafa As-Siba’i (ahli hukum dan pejuang Palestina yang intelektualnya
disegani), juga Syaikh Muhammad Al-Faraghly (Panglima besar yang hanya
bersedia meninggalkan Iskandaria bila Al-Banna yang menyuruhnya, bukan
Inggris dengan segala kekuatan tentaranya), dan lain-lain.
Bukan
hanya itu, beberapa tahun kemudian (1948), dia menggetarkan Inggris
dan Zionis dengan mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina.
Pasukan yang ia kirim ke Palestina terdiri atas orang-orang Ikhwanul
Muslimin. Dalam pertempuran melawan orang-orang Ikhwanul Muslimin,
pasukan Yahudi mendapatkan kekalahan yang telak, hingga salah satu
jenderalnya berkata:
''Seandainya mereka memberikan
kepadaku satu batalion orang-orang Ikhwanul Muslimin, maka dengan
pasukan tersebut saya pasti bisa menaklukkan dunia.''
Dunia
arab, berabad-abad belum menemukan adanya kepemimpinan yang lebih
kuat, berpengaruh dan besar produknya melebihi kepemimpinan beliau.
Sebagaimana Syekh Muhammad Al-Hamid mengomentari Imam As-Syahid,
''Sejak
lama umat islam tidak menjumpai orang seperti Hasan Al-Banna.'' Beliau
merupakan contoh dan teladan generasi muslim karena keistiqamahannya,
keteguhan akhlaqnya kemuliaan karakternya, keengganannya bermujamalah
(bermain-main) pada kebenaran dan ketidaktakutannya kepada siapa pun
kecuali kepada Allah.
Berbagai sifat dan “anugerah” yang
ada pada diri beliau bukan hanya saling menopang kepemimpinan
religus-sosialis disamping religius-politis, tetapi juga dalam bentuk
harakah islam yang luas jangkauannya, besar peranannya, kuat
pengaruhnya, cepat resapannya ke dalam hati masyarakat dan amat dalam
merasuk ke jiwa melebihi harokah apapun.
Jika sebagian
besar umat islam hanya menginginkan akidah tanpa syariah, agama tanpa
negara, kebenaran tanpa kekuatan, dan perdamaian tanpa perjuangan.
Tetapi, Al-Banna menginginkan islam sebagai akidah dan syariah, agama
dan negara, kebenaran dan kekuatan, perdamaian dan perjuangan. Hal
inilah yang melatarbelakangi munculnya berbagai makar dari musuh-musuh
islam untuk menghadang gerakan dakwah yang diusungnya.
Penolakan
yang keras ketika dalam sebuah panggung dia disambut dengan seruan
“Hidup Hasan Al-Banna” menunjukkan kerendahan hatinya yang bersumber
dari kelurusan tauhid dan kejernihan aqidahnya. Jelaslah kini siapa
sosok yang mulia ini. Dialah yang manhaj tarbiyah (sistem pembinaannya)
mewajibkan pengajaran materi Shirah Nabawiyah, karena dari sinilah
cikal bakal kelurusan tauhid dan kejernihan aqidah bermula, yang
menjadi bara semangat militansi generasi muda muslim berjuang diatas
kebenaran tanpa silau oleh pujian apatah lagi ciut oleh cibiran.
Mengamati
perjalananan dakwah para da’i dari zaman ke zaman, kita dapati bahwa
sejarah menjadi saksi bagaimana pemerintahan jahiliyah yang dzalim
selalu memperlakukan para pendukung dakwah secara keji dan licik. Para
pendukung dakwah ditindas, dikotak-kotakkan, dikepung dari segenap
penjuru untuk dihancur leburkan. Dan selalu saja aktor yang mendalangi
semua hal ini adalah Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Begitu
juga yang dialami oleh Hasan Al-Banna, sejarah secara nyata telah
dikhianati ketika tidak adanya informasi kepada dunia islam, tentang
kronologi kematian sosok mulia ini. Kebenaran bahwa luka akibat
penembakan misterius yang dialaminya sebenarnya masih bisa diobati,
dan pihak rumah sakit membiarkannya meregang nyawa tanpa pertolongan.
Sejarah menjadi saksi bagaimana bangsa Amerika berhamburan ke jalan,
bergembira, berpesta, menari dan menghabiskan bergalon-galon khamr,
merayakan wafatnya tokoh yang mulia ini.
Kekejian tak
cukup sampai di situ saja, bahkan secara nyata pemerintahan zalim masa
itu telah menganiaya jenazahnya. Mereka mensyaratkan proses pemakaman
jenazah harus dalam pengawalan ketat dan hanya dihadiri oleh keluarga
kandung beliau. Walaupun, pemimpin besar yang mampu menggerakkan sejuta
massa ini, di akhir kisah hidupnya hanya dishalatkan, dan dikuburkan
oleh ayahnya yang sudah renta dengan empat wanita dari anggota
keluarganya, dalam suasana yang sangat mencekam dan dikelilingi oleh
tank-tank. Allah lah yang menjamin takkan pernah mampu para musuh-islam
memadamkan cahaya agamaNya.
“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (Q. S. Ash-Shaff: 8)
Masa-masa sepeninggal
Hasan Al-Banna, adalah masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di
Mesir. Banyak murid beliau yang disiksa, dijebloskan ke penjara, bahkan
dihukum mati, terutama ketika Mesir di perintah oleh Jamal Abdul
Naseer, seorang diktator yang condong ke Uni Sovyet. Hingga akhirnya,
mereka (para kader ikhwanul muslimin) diasingkan, bahkan diusir dari
negaranya dan menjadi pengungsi di negara lain. Ketahuilah, pengungsian
bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun
adalah bumi Allah, di mana pun adalah lahan dakwah. Bahkan para
pengamat mensinyalir, dakwah Islam di Barat tidaklah terlepas dari
jerih payah mereka.
Demikianlah Hasan Albanna telah
mengajarkan kepada generasi setelahnya, tentang bagaimana kaum beriman
harus berjuang menentukan nasibnya sendiri, bukan menunggu orang lain
memperjuangkannya. Karena, siksaan, tekanan, pembunuhan tidak akan
pernah memadamkan cahaya Allah, bahkan semuanya seakan-akan menjadi
penyubur dakwah itu sendiri, sehingga dakwah islam makin tersebar luas.
“Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah khabar gembira bagi orang- orang bersabar.” Al-Baqarah : 155)
Foto-foto Hasan Al-Banna
Hasan Al-BAnna sedang ceramah yang banyak dihadiri masyarakat |
Hasan Al-Banna bersama dengan Syahrir |
Hasan Al-Banna dan H. Agus Salim |
Hasan Al-Banna sedang Khutbah Akbar |
Hasan Al-Banna penyayang anak |
Hasan Al Banna dalam sebuah acara deng pemimpin-pemimpin negara Timur Tengah |
Ceramah-ceramah Islam adalah kegiatan rutin Hasan Al-Banna |
Jama'ah Ikhwanul Muslimin dalam perang melawan Israel |
Al-Banna (third from left) with Aziz Ali al-Misri (fourth from right) and Egyptian, Palestinian and Algerian political and religious figures at a reception in Cairo, 1947 |
Sumber: KATA-KATA HIKMAH