Nama: Ibrahim
bin Azar
Garis Keturunan: Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒Ibrahim as
Usia: 175
tahun
Periode sejarah: 1997 -
1822 SM
Tempat diutus (lokasi): Ur di
daerah selatan Babylon (Irak)
Jumlah keturunannya (anak): 13 anak
Tempat wafat:
Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)
Sebutan kaumnya: Bangsa
Kaldan
di Al-Quran namanya
disebutkan sebanyak 69 kali
Ibrahim (tahun
1997 SM s/d 1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi, dan sering disebut
sebagai "bapak para nabi". Ia mendapat gelar Khalil Allah atau
Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya, Nabi Ismail terkenal sebagai
pengasas Kaabah.
Ibrahim, Bapak Para Nabi
Nabi Ibrahim al-Khalil dilahirkan di Ur, daerah bagian selatan Irak. Beliau lahir di
kalangan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung pada zaman Raja
Namrud bin Kan'an. Ayahnya, Azar adalah seorang yang cukup pandai dalam membuat
berhala yang menyesatkan ini. Dia lalu memerintahkan Ibrahim untuk menjualnya
ke pasar. Ibrahim pun membawanya dan berteriak di pasar, "Siapa yang mau
membeli benda berbahaya dan tidak bermanfaat ini?!"
Ketika Ibrahim beranjak
dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala
itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh,
sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan
Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).
Dalam benaknya, terlintas
beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian
dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan
bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada
ayahnya, Azar, 'Pantaskah
engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu
dan kaummu dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).
Setelah Ibrahim
bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu
untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta
orang-orang yang sesat.
Beliau pun mengingatkan
ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah
bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal
kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.
Berita tentang beliau lalu
tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat.
Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan
dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam
firman Allah, "Maka
bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Pada suatu hari, Ibrahim
menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang
paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke
tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah,
dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang
yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui
bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya.
Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka
bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan
kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu
yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.
'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya
kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).
Semuanya terdiam setelah
mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak
ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam
kebuntuan yang paling buruk.
"Mereka berkata,
'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak
berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan
penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap
Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi,"
(QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).
Disinilah, Ibrahim dengan
kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian
agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth)
ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman,
"Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim)
berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan)
Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana," (QS.
Al-Ankabut [29]:26).
Adzab yang menimpa Penduduk
Babylon setelah Nabi Ibrahim berhijrah
Dr. Jamal Abdul Hadi
menyebutkan dalam kitabnya, Jazirah al-'Arab bahwa naskah-naskah Sumeria kuno
telah diungkap melalui gubahan seorang penyair Sumeria. Naskah tersebut
menceritakan tentang berakhirnya kota Ur (Babylon) yang diperintah Raja Namrud
pada pertengahan abad ke-20 SM, yaitu saat kepergian Nabi Ibrahim beserta
keponakannya Luth. Ur, kota tempat kelahiran Nabi Ibrahim itu mengalami dua
kekalahan telak dari bangsa Ailam dan Amorite. Allah berfirman, "Demikianlah
Kami menjadikan sebagian orang-orang zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai
dengan apa yang mereka kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 129).
Penyair itu mengungkapkan,
"Kuda jantan terpisah dari habitatnya. Kawanannya pun tercerai berai
bersama angin." Dia juga menyebutkan sejumlah nama-nama kota besar
Sumeria, lalu mengisahkan akhir kematian kota tersebut. Kemudian, dia
menjelaskan ketetapan langit tentang kehancuran kota itu, pertumpahan darah
penduduknya, isak yang berkepanjangan, bangkai manusia yang berserakan karena
tertembus tombak atau hantaman peluru batu. Demikianlah yang terjadi, hingga
sengatan matahari melunturkan lemak-lemak mereka. Mereka yang selamat menjadi
hina dan kelaparan. Sang ibu kehilangan anaknya. Sang ayah meninggalkan darah
dagingnya. Para istri berpisah dari suaminya. Mahabenar Allah yang berfirman, "Betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah
Rabb mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk
negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami adzab mereka dengan adzab
yang mengerikan (di akhirat). Sehingga mereka merasakan akibat yang buruk dari
perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka, itu adalah kerugian yang besar.
Allah menyediakan adzab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah,
wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman.
Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian," (QS.Ath-Thalaq
[65]: 8-10).
Pembangunan Ka'bah
Pada pembahasan sebelumnya
telah disebutkan bahwa Nabi Adam adalah orang pertama yang membangun Baitul
Atiq. Sementara itu, Nabi Ibrahim yang membangun kembali Baitul Atiq dengan
mengangkat fondasinya bersama Ismail setelah peristiwa banjir besar.
Nabi Ibrahim, istrinya
Hajar, dan anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan ke suatu tempat
yang diperintahkan Allah. Ibrahim diperintahkan untuk berhenti di sebuah lembah
yang tandus. Hal itu dilakukan setelah beliau menunaikan kewajiban dan
mensyukuri semua nikmat Allah. Beliau lalu kembali pulang ke kota al-Khalil
(Hebron) di Palestina dengan meninggalkan Hajar dan anaknya di lembah tersebut.
Dengan bertawakal, berharap Allah melindungi anak dan istrinya, Ibrahim berdoa
seperti yang tertuang dalam firman Allah, "Ya
Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya
Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]: 37).
Allah mengeringkan air di
tempat Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat kehausan. Hajar segera
mencari air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik antara Shafa dan Marwa
sebanyak tujuh kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Saat dia kembali menemui
Ismail, dia melihat percikan air dari bawah tungkai kaki anaknya. Air tersebut
terpancar melalui perantara Jibril.
Abu Syuhbah berkata dalam
bukunya, "Jibril
turun menyerupai seekor burung. Dia lalu mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga
yang berpendapat dengan tungkainya, maka keluarlah air Zamzam. Karena sangat
senangnya, Hajar lalu mengumpulkan tanah untuk membendung aliran air itu seraya
berseru, 'Zami zami ('Berkumpullah, berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas
minum hingga dahaga mereka hilang dan tidak merasakan haus lagi setelah itu.
Pada saat demikian, Hajar mendengar suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut
terlantar. Sebab, di sini akan ada Baitullah yang hendak dibangun anak ini
beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya.'"
Setelah itu, datanglah
sekelompok kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka tinggal di dekat
tempat yang kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin kepada Hajar agar
diperbolehkan tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi merasa sepi di
tempat yang gersang itu. Mereka bermukim di sana dan membangun tempat tinggal.
Ketika Ismail beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab sehingga menjadi
leluhur orang-orang Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini seperti yang
disebutkan Ibnu Syuhbah di dalam kitabnya.
Al-Azraqi berkata dalam
Tarikh Makkah, "Setelah
peristiwa banjir besar, lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut
berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau oleh aliran air.
Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa
mengetahui pasti lokasinya. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi,
menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa
mereka pun dikabulkan. Manusia pun selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan
Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi,
Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh
setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga
selalu dikunjungi para malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi."
Nabi Ibrahim berulang kali
mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi menyembelih putranya,
Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah menggantikannya dengan
seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia (Ismail)
menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka ketika
keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas
pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, 'Wahai
Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan
yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang
yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim. 'Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk
hamba-hamba Kami yang beriman," (QS. As-Shaffat [37]: 102-111).
Ketika Allah memerintahkan
Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah. Saat itu, Ibrahim
melihat Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat sumur Zamzam. Mereka pun
saling bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim berkata, "Allah memerintahlan aku agar membangun Baitullah
untuk-Nya". Ismail
berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu, aku akan membantu ayah dalam
urusan agung ini."
Nabi Ibrahim pun mulai
membangun Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata
pada Ismail, "Bawakan
batu yang paling bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar
menjadi tanda bagi manusia."Jibril lalu memberi tahu
Ismail tentang Hajar Aswad: Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun
menyodorkannya dan Ibrahim meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka
berdua senantias berdoa, "Ya Rabb kami, terimalah
(amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]: 127).
Ketika bangunan Ka'bah
semakin tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat bebatuan. Dia lantas
berdiri di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam Ibrahim, hingga sempurnanya
pembangunan Baitullah. Allah kemudian memerintahkan Ibrahim menyeru umat
manusia agar melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang
kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka menyaksikan
berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa
hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya kepada mereka berupa
hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka
menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nadzar-nadzar
mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah tua (Baitullah)," (QS.
Al-Hajj [22]: 27-29).
Pembangunan Masjidil Aqsha
Palestina merupakan daerah Arab sejak lebih dari 5000 tahun lalu ketika
bangsa-bangsa Semit bermigrasi ke wilayah tersebut. Bangsa Kan'an bermukim di
sana dan kemudian menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama mendiami daerah
Syam selat (Palestina dan Yordania Timur) dan mereka disebut bangsa Kan'an).
Sementara itu, kelompok kedua tinggal di daerah pantai Syam di antara Gunung
Amanos dan Gunung Karmel. Mereka lalu disebut sebagai bangsa Kan'an Laut atau
bangsa Fenisia.
Bangsa Kan'an memiliki
kerajaan-kerajaan yang unggul dalam bidang pertanian dan perdagangan. Pada saat
mereka yang berdomisili di wilayah Palestina ini mulai membangun peradaban
sejarah mereka di sana, Nabi Ibrahim dan keponakannya, Nabi Luth berhijrah ke
sana, seperti yang telah kami sebutkan tentang dakwah beliau pada bab
sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah, "Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri
yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam," (QS. Al-Anbiya' [21]: 71).
Masjidil Adsha yang diklaim
Zionis Yahudi sebagai tanah dan sejarah mereka secara dusta adalah nama tempat
suci umat Islam di bumi Palestina. Masjidil Aqsha adalah masjid kuno yang telah
ada sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa Nabi Muhammad. Di dalam as-Shahihain
disebutkan satu hadits riwayat Abu Dzar al-Ghifari yang pernah bertanya, "wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun di
muka bumi?" Beliau
menjawab, "Masjidil
Haram." Dia bertanya
lagi, "Lalu?" Beliau menjawab, "Masjidil
Aqsha.""Berapa lama jarak (pembangunan) keduanya?" tanya Abu Dzar lagi. Beliau menjawab, "Empat puluh tahun."
Menurut para cendekiawan,
Masjidi Aqsha lebih luas cakupannya daripada sekadar bangunan yang memiliki
nama tersebut. Menurut syariat, semua bangunan yang berada di dalam pagar besar
yang memiliki beberapa pintu itu termasuk masjid. Ke lokasi masjid inilah
disunahkan bepergian dan di sanalah digandakan pahala shalat. Masjid
ash-Shakhrah (Masjid Kubah Batu [Dome of The Rock]) juga termasuk di dalamnya.
Batu tersebut memiliki sejarah leluhur. Orang pertama yang shalat di sana
adalah Nabi Adam. Nabi Ibrahim menjadikan tempat itu sebagai tempat ibadah dan
tempat sembelihan. Allah menyifati Nabi Ibrahim ini di dalam firman-Nya, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang
Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia tidaklah termasuk
orang-orang musyrik," (QS. Ali 'Imran [3]: 67).
Di tempat itu pula, Nabi Ya'qub membangun
masjidnya setelah melihat tiang dari cahaya di atasnya. Di sanalah Nabi Yusya' mendirikan
kubah zaman atau kemah tempat berkumpul yang dibuat oleh Nabi Musa di bumi Tih
(Sinai) sebagai tempat menerima wahyu. Di sana pula Nabi Daudmembangun mihrabnya dan Nabi Sulaiman membangun
masjid besar yang dinisbahkan pada namanya sebagai tempat beribadah dan
mengesakan Allah.
Batu itulah yang menjadi
tempat berpijak Nabi
Muhammad ketika
beliau diperjalankan pada malam mi'raj. Orang pertama yang membangun masjid di
atasnya pada periode keislaman adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi,
Ibnu Taimiyah berkata, "Masjidil
Aqsha telah dibangun pada zaman Nabi Ibrahim dan direnovasi megah oleh Nabi
Sulaiman."
Kisah Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim adalah putera
Aazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin
Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama
"Faddam A'ram" dalam kerajaan Babilonia yang saat itu diperintah oleh
seorang raja zalim bernama Namrudz bin Kan'aan. Sebelum itu tempat kelahirannya
berada dalam keadaan kucar-kacir. Ini adalah karena Raja Namrud mendapat
petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan
merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia
akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu
berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan cara yang
dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di
tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan
selama setahun.
Walaupun berada dalam
keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung
namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa
seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui
Raja Namrud yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan,
ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua
yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam mulut bayinya
itu dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya
telah pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi Ibrahim a.s masih hidup.
Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan
makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah
membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua
ibubapanya berani membawanya pulang kerumah mereka.
Nabi Ibrahim mencari Tuhan
yang sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim,
kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari
satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu
berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama
penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting.
Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung
tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh
keluarganya itu.
Dalam al-Quran Surah
al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada
waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia
berkata: "Inikah
Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula:
"Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang". Kemudian apabila
dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah
Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi
sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya
menjadilah aku dari kaum yang sesat". Kemudian apabila dia melihat
matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah
Tuhanku? Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia berkata pula:
"Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu
sekutukan (Allah dengannya)".Inilah daya logika yang
dianugerahi kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang
dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.
Melihat tanda Kekuasaan
Allah
Semasa remajanya Nabi
Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya
namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia
tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia
menawarkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:"
Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "
Nabi Ibrahim yang sudah
bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di
dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk
menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin
mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon
kepada Allah: "Ya
Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk
yang sudah mati." Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah
engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim
menjawab:"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu
dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata
kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar
semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah mengabulkan
permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung,
lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia
memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh
burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat
puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan
oleh Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang
sudah terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan izin Allah dan
kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan
bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim
kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya,
dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat
menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya
dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi
Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan
di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada
sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya,
dan hanya kata "Kun Fayakun", maka terjadilah apa yang
Dikehendaki-Nya.
Nabi Ibrahim Berdakwah
Kepada Ayah Kandungnya
Aazar, ayah Nabi Ibrahim
sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah
pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang
membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa
kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain
ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa
kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang
sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya
memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan
mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan
adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan
kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan
oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan
pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada
ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah
berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi
penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada
ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi
lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan
ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah
yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka
rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada
manusia.
Aazar menjadi merah mukanya
dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yang
ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah
berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan
kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak
menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang
kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia
berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai
Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan
kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku
mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku.
Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu, tidak engkau
hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah
di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan
batu dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menerima
kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang,
normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai
ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari
Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah.
Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku
untukmu." Lalu
keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena
gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.
Nabi Ibrahim Menghancurkan
Berhala-berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim
dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena
ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan
yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa
hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh
hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka
sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan
cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya
dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada
kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan
kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah
dan Rasul-Nya.
Nabi Ibrahim tidak
henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah
tentang kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata
bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan
dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya
dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang
mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan
nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan
melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya
merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya
yang keras kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata
yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan
bahwa mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang
mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka
dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan
perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri
bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi
mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi
tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka
keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai
keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka,
berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka
ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi.
Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan
turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga
turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia
tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang
dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut
serta.
"Inilah dia
kesempatan yang ku nantikan." kata hati
Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap
tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun
pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak
ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan
tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat
diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga
dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim,
mengejek:"Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi
kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu." Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya
berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar
ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak
Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah
para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat
keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi
potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang
lain dengan nada hairan dan takjub:"Gerangan siapakah
yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap
tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata
salah seorang diantara mrk:"Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu
mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang
melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang
yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan
dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di
kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat
itu." Selidik
punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa
Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota
beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau
penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk.
Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut
agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana
seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan memang itulah yang
diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di
mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara
demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk
yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan
yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka
hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan
ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi
padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang
menghadap Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan
teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala
terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah
Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:"Apakah engkau yang
melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung
besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya
saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak
dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"Tibalah
masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas
pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja
Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung
itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar,
tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong
dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan
kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berpikir dengan akal
yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya
difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan
kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan
segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu
itu."
Setelah selesai Nabi
Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahwa Nabi
Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina
dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat
yang hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia dan
belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi Ibrahim Dibakar
Hidup-hidup
Keputusan mahkamah telah
dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api
yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran
yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi
tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan
banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian
membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada
tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para
penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan
orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi
barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau
melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di
lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun
laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan
pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah
gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan
terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu.
Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung
yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu
dengan iringan firman Allah:"Hai api, menjadilah engkau dingin dan
keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman
dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala
itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan
keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi
makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang
demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang
dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya
tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus,
sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit
pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh
Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian
risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Orang ramai tercengang
dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud.
Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula mempercayai
agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak
ramai bahwa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang sebenarnya. Ini telah
menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tentara untuk membunuh puterinya
itu. Puteri itupun meluru ke arah api yang besar itu lalu berkata "Tuhan
Nabi Ibrahim selamatkanlah aku". Puteri Razia pun turut terselamat dari
terbakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah
syahadah. Tindakan durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin
membara. Sebaik sahaja puteri Razia keluar dari api tersebut beliau serta
tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi
Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth
untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia
tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan
mendapati bahwa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud
kian gelisah karena rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh
itu, beliau berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat yang diberikan
oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran
dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk
terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak
daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya,
bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi
Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat
kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan
menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak
Nabi Ibrahim.
Kisah Nabi Ibrahim di dalam
Al-Quran
Di dalam Al-Quran, nama Ibrahin as, disebutkan 69 kali yang
tersebar di 25 surat, yaitu pada QS. 2:124, 2:125, 2:126, 2:130, 2:131, 2:132,
2:135, 2:136, 2:140, 2:258, 2:260, 3:65, 3:67, 3:68, 3:84, 3:95, 3:97, 4:54,
4:125, 4:163, 6:74, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:79, 6:80, 6:83, 6:161, 9:70,
9:114, 11:69, 11:70, 11:74, 11:75, 11:76, 12:6, 12:38, 14:35, 15:51, 16:120,
16:123, 19:41, 19:46, 19:58, 21:51, 21:60, 21:62, 21:69, 22:26, 22:43, 22:78,
26:69, 29:16, 29:31, 33:7, 37:83, 37:104, 37:109, 43:26, 51:24, 53:37, 57:26,
60:4, 78:19.
Referensi:
* Sami bin Abdullah bin
Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai
Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta,
2008.
* Dr. Syauqi Abu Khalil,
Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an
secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta,
2008.
* Ibnu Katsir, Qishashul
Anbiyaa', hlm 24.
* Ibnu Asakir, Mukhtashar
Taarikh Damasyaqa, IV/224.
* ats-Tsa'labi, Qishashul
Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A.
Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah
Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Departemen Agama RI,
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah
Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us,
keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu'ad Abdul
Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din
'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami,
Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani,
Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani,
Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari
Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.