er

Kamis, 31 Oktober 2013

#04 Kisah Nabi Hud AS



Nama : Hud bin Abdullah
Garis Keturunan
Adam as  Syits Anusy Qainan Mahlail Yarid  Idris as  Mutawasylah Lamak  Nuh as  Sam Iram (Aram) 'Aush ('Uks) 'Ad al-Khulud Rabah Abdullah  Hud as
Usia: 130 tahun
Periode sejarah: 2450 - 2320 SM
Tempat diutus (lokasi): Al-Ahqaf (lokasinya antara Yaman dan Oman)
Jumlah keturunannya (anak): -
Tempat wafat: Bagian Timur Hadramaut (Yaman)
Sebutan kaumnya: Kaum 'Ad
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 7 kali

Dakwah Nabi Hud

Kaum 'Ad tinggal di daerah al-Ahqaf, tepatnya diantara ar-Rub' al-Khali dan Hadramaut. Allah berfirman, "Ingatlah (Hud) saudara kamu 'Ad, yaitu ketika dia mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir," (QS.al-Ahqaf [46]: 21).

Allah telah memberikan mereka tubuh besar dan kuat, sebagaimana terekam dalam firman-Nya, "Ingatlah ketika Dia menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kalian dalam kekuatan tubuh dan perawakan," (QS. Al-A'raf [7]: 69).

Kaum 'Ad adalah kabilah Arab yang tinggal di bagian selatan Jazirah Arab setelah kaum Nabi Nuh yang beriman selamat dari banjir dahsyat. Mereka lalu membangun rumah, perindustrian, dan memiliki peradaban maju yang belum pernah ada sebelumnya. Allah melukiskan kota mereka dalam firman-Nya, "Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) 'Ad? (Yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum 'Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,"(QS. Al-Fajr [89]: 6-8).

Para sejarawan menggambarkan secara detail kota ini dengan menyebutkan berbagai istana mereka yang begitu besar, megah, dihiasi batu-batu permata, dan dikelilingi pagar-pagar tinggi. Beragam nikmat dan kebaikan yang melimpah ruah ini selayaknya mereka syukuri. Akan tetapi, mereka justru tenggelam dalam kenikmatan-kenikmatan fisik dan kesenangan duniawi. Mereka lantas menyembah tiga berhala, yaitu Shada, Shamud, dan Haba.

Allah kemudian mengutus Nabi Hud untuk mengajak mereka ke jalan yang lurus setelah sebelumnya menyekutukan Allah. Mereka menyekutukan Allah tanpa didasari bukti nyata. Kaum 'Ad pun menyingkirkan syariat Allah dari kehidupan mereka. Allah berfirman, "(kaum) 'Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka, 'Mengapa kalian tidak bertakwa?Sungguh, aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan, aku tidak meminta imbalan kepada kalian atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Rabb seluruh alam. Apakah kalian mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan kalian membuat benteng-benteng dengan harapan kalian hidup kekal? dan, apabila kalian menyiksa, maka kalian lakukan secara kejam dan bengis. Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan, tetaplah kalian bertakwa kepada-Nya yang telah menganugerahkan kepada kalian apa yang kalian ketahui.Dia (Allah) telah menganugerahkan kepada kalian hewan ternak, anak-anak, kebun-kebun, dan mata air," (QS. Asy-Syu'ara [26]: 123-134)

Nabi Hud mengajak kaumnya dengan cara yang baik, tetapi mereka justru menentang ajakan beliau. Allah berfirman, "Mereka berkata, 'Apakah kedatanganmu kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka, buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!' "(QS. Al-A'raf [7]: 70).

Ketika Hud menggunakan segala cara yang meyakinkan untuk memberi petunjuk kepada kaumnya, tanda-tanda kesombongan dari mereka pun mulai tampak dalam menentang ajaran beliau. Mereka berkata kepada beliau sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an, "mereka menjawab, 'sama saja bagi kami, apakah engkau memberi nasihat. (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu. Dan kami (sama sekali) tidak akan diadzhab,"(QS. Asy-Syu'ara' [26]: 136-138).

Allah pun meng-adzhab mereka dengan adzhab yang sangat pedih setelah Nabi Hud beserta pengikutnya yang beriman diselamatkan. Peristiwa tersebut terekam dalam Al-Qur'an, "Maka ketika mereka melihat adzhab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, 'Inilah awan yang akan menurunkan huja kepada kita.' (Bukan!) Tetapi itulah adzha yang kalian minta agar disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, sehingga mereka (kaum 'Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa,"(QS. Al-Ahqaf [46]: 24-25).

Wilayah Kaum 'Ad

Al-Qur'an menyebutkan wilayah kaum 'Ad terbatas di daerah al-Ahqaf. Al-Ahqaf ialah jamak dari hiqf yang berarti padang pasir. Al-Qur'an tidak menentukan lokasi tepatnya. Akan tetapi beberapa ahli menyebutkan bahwa wilayah itu berada diantara Yaman dan Oman.

Majalah A m'intresse Prancis menjelaskan motif hancurnya peradaban kota Iram atau Ubar. Kota tersebut telah dilanda badai pasir yang sangat dahsyat. Badai pasir itu telah mampu menimbun kota tersebut dengan ketebalan mencapai sekitar 12 meter. Peristiwa ini dikuatkan juga oleh Al-Qur'an dalam surah Fushshilat.

"Maka, Kami tiupkan angin yang sangat bergemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang nahas, karena Kami ingin agar mereka itu merasakansiksaan yang menghinakan dalam kehidupan di dunia. Sedangkan adzhab akhirat pasti lebih menghinakan dan mereka tidak diberi pertolongan," (QS. Fushshilat [41]: 16).

Data sejarah mengungkapkan bahwa di wilayah al-ahqaf telah terjadi perubahan iklim dari tanah subuh menjadi gurun sahara. Sebelumnya, daerah tersebut merupakan tanah yang produktif; wilayahnya luas dan membentang hijau, seperti yang diinformasikan Al-Quran labih dari 1400 tahun yang lalu.

Gambar yang diperoleh salah satu satelit buatan milik Badan Antariksa Amerika Serikat (USA), NASA tahun 1990 telah mengungkap tentang sistem saluran dan bendungan kuno yang pernah dipergunakan kaum 'Ad sebagai irigasi. Bendungan dan saluran air ini mampu memasok kebutuhan air untuk masyarakat sampai 200.000 orang. Hal itu sebagaimana pengambilan gambar aliran dua sungai kering yang berada di dekat pemukiman kaum 'Ad. Salah seorang peneliti yang melakukan penelitian di wilayah tersebut menyebutkan bahwa wilayah yang berada di sekitar kota Ma'rib sangat subur. Dipastikan seluruh daerah yang membentang antara kota Ma'rib dan Hadramaut adalah perkebunan.

Kisah Nabi Hud dan Kaum 'Ad

'Ad adalah nama bapak suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama Al-Ahqaf terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Umman, yang termasuk suku tertua sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan kuat. Mereka dikarunia oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan mereka bercocok tanam untuk bahan makanan mereka. dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat karunia Tuhan itu mereka hidup makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.

Sebagaimana kaum Nabi Nuh, kaum Hud (suku 'Ad) ini tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran Nabi Idris as dan Nabi Nuh as sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Mereka tenggelam dalam kenikmatan hidup, berkat tanah yang subur dan memberikan hasil yang melimpah ruah. Menurut anggapan mereka adalah karunia dan pemberian kedua berhala yang mereka sembah. Karenanya mereka senantiasa sujud kepada kedua berhala itu, mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu, pergaulan hidup mereka dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan Iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang. Tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah, yang besar memperkosa yang kecil, dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu yang merajalela dan menguasai penghidupan mereka, sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayangi, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku 'Ad tatkala Allah mengutus Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.

Nabi Hud bersama Kaumnya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam ke bumi bahwa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat, sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya. Dan mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalan yang lurus dan benar, serta mencuci bersih jiwa manusia dari segala tahayul dan syirik. Kemudian menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang sesuai dengan fitrah.

Demikianlah, maka kepada suku 'Ad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenal Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuslah kepada mereka, Nabi Hud seorang dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh serta terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik, budi pekerti yang luhur dan sangat bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya. Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Ad kepada tanda-tanda adanya Allah, yang berupa alam sekeliling mereka. Dan bahwa Allahlah yang menciptakan mereka semua serta memberi karunia kepada mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah subur, air yang mengalir serta tumbuh-tumbuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang dapat mereka hancurkan sendiri.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah utusan Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka, menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka terhadap ajakan dan dakwahnya. Maka mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh, serta tetap bertahan pada kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja itu.

Bagi kaum 'Ad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mereka dengar. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka serta mengubah peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka serta menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru, yang tidak mereka kenal dan tidak diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan serta-merta ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan negatif terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Berkatalah kaum 'Ad kepada Nabi Hud:"Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan sesembahan kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini, dan menyembah tuhan mu yang tidak dapat kami jangkau dengan pancaindera kami dan tuhan yang menurut kamu tidak bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan inilah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami dan tidak sesekali kami akan meninggalkannya, bahkan sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan jangan mencederai kepercayaan serta agama kami dengan membawa suatu agama baru yang tidak kami kenal.

"Wahai kaumku! jawab Nabi Hud, Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk menyembah-Nya, walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, namun kamu dapat melihat dan merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaannya. Dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintangnya, serta bumi dengan gunung-gunungnya, sungai, tumbuh-tumbuhan, dan binatang-binatang yang kesemuanya bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan membuat kamu dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada bersekutu, tidak beranak dan tidak diperanakan. Walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia ada didekatmu, serta mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah lakumu, mengetahui isi hatimu, denyut jantungmu dan jalan pikiranmu. Tuhan itulah yang harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada KeEsaan-Nya dan kekuasaan-Nya, dan bukan patung-patung yang kamu buat dengan tanganmu sendiri, kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang pasif, tidak dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan dangkalnya pikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu dan menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa itu."

"Wahai Hud!" jawab kaumnya,"Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan berpikiran lain daripada yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri. Bahkan membuatmu menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami, serta membodohi kami dan menganggap kami berakal sempit dan berpikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau terpilih menjadi rasul utusan Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada kami, dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa heran dan tidak dapat diterima akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi utusan Tuhan. Apakah kelebihan kamu di atas seseorang daripada kami, engkau tidak lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami, hidup makan minum dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami, seorang pendusta besar atau mungkin engkau berpikiran tidak sehat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau ejek hina dan cemoohkan."

"Wahai kaumku!" jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan pikiranku tetap waras dan sehat tidak kurang sesuatu pun dan ketahuilah bahwa patung-patung yang kamu pertuhankan itu tidak dapat mendatangkan gangguan atau penyakit bagi badanku atau pikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kalian, bahwa aku tidak pernah berdusta dan berbohong. Sepanjang pergaulanku dengan kalian, tidak pernah terlihat pada diriku tanda-tanda ketidak wajaran perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan pikiranku dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar utusan Allah yang diberi amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar, yang diajar oleh nabi-nabi yang terdahulu. Karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan, dan hidup dalam kegelapan tanpa diutus-Nya seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang diridhai-Nya. Maka percayalah kamu kepadaku, gunakanlah akal pikiranmu, berimanlah dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam, Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan langit dan bumi, menurunkan hujan dan menyuburkan tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Bersembahlah kepada-Nya dan mohon ampunlah atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu. Agar Dia menambah rezekimu dan kemakmuran hidupmu dan terhindarlah kamu dari azab dunia sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat. Ketahuilah bahwa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kuburmu, dan dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu di dunia ini, dan amalanmu yang baik mendapat ganjaran baik, serta yang hina dan buruk akan mendapat ganjaran api neraka. Aku hanya menyampaikannya risalah Allah kepada kamu, dan dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa dirimu jika kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."

Kaum 'Ad menjawab: "Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahwa engkau telah mendapat kutukan tuhan-tuhan kami, sehingga menyebabkan pikiran kamu kacau dan akalmu berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami dan bahwa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran atas segala amalan kami. Mungkinkah kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi tulang-belulang. Dan apakah azab serta siksaan yang engkau ancamkan kepada kami? Semua ini kami anggap bohong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan siksa yang engkau bayang-bayangkan kepada kami. Bahkan kami menentang kepadamu, datangkanlah apa yang engkau ancamkan itu, jika benar kata-katamu dan bukan seorang pendusta."

"Baiklah!", jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada berhala-berhala itu. Maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di mana kamu tidak akan dapat melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepada mu, dan akan tetap berusaha sepanjang hidupku memberi penerangan dan tuntunan kepada jalan yang baik, yang telah digariskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya."

Pembalasan Allah Atas Kaum 'Ad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Ad yang tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Sehingga mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan. Dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan sesembahan mereka yang batil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Sehingga hujan turun kembali dan terhindar dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tantangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud, segera mendapat jawapan dengan datangnya musibah tahap kedua. Yaitu dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka, yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira. Karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Ad yang sedang bersuka ria itu, berkatalah Nabi Hud: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu, tetapi mega yang akan membawa kehancuranmu sebagai pembalasan Allah untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dustai".

Sesaat kemudian menjadi kenyataanlah apa yang disampaikan Nabi Hud itu, bahwa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu. Tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya, membawa berterbangan semua perabot-perabot dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Ad menjadi panik, mereka berlari kesana sini mencari perlindungan. Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya, sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama delapan hari tujuh malam, sehingga menamatkan riwayat kaum 'Ad dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Ad, pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, sekitar 50 km dari kota Siwun, dikunjungi para penziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Sya'ban.

Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 7 ayat, yaitu Surat Hud [11]: ayat 50, 53, 58, 60, dan 89, Surat Al-A'raaf [7]: ayat 65, Surat Asy-Syu'araa [26]: ayat 124.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud

Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik serta patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama. Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan hal yang serupa. Tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus, yang menunjukkan bahwa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.

Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan berkata:"Aku tidak gila dan bahwa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu pikiranku sedikit pun, aku ini adalah rasul utusan Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang yang jujur bagimu, menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu, agar kamu terhindar dan selamat dari azab dan siksaan Allah di dunia maupun di akhirat."

Dalam berdialog dengan kaumnya, Nabi Hud selalu berusaha mengetuk hati nurani mereka dan mengajak mereka berpikir secara rasional, menggunakan akal dan pikiran yang sehat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya, kesesatan jalan mereka. Juga hidayah itu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.

Referensi:
* Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
* Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
* Ibnu Katsir, Qishashul Anbiyaa', hlm 24.
* Ibnu Asakir, Mukhtashar Taarikh Damasyaqa, IV/224.
* ats-Tsa'labi, Qishashul Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.

Facebook
0 Blogger

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa berikan komentar ya gan..