Nama : Hud bin Abdullah
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ 'Aush ('Uks) ⇒ 'Ad ⇒ al-Khulud ⇒ Rabah ⇒ Abdullah ⇒ Hud as
Usia: 130 tahun
Periode sejarah: 2450 - 2320 SM
Tempat diutus (lokasi): Al-Ahqaf (lokasinya antara Yaman dan Oman)
Jumlah keturunannya (anak): -
Tempat wafat: Bagian Timur Hadramaut (Yaman)
Sebutan kaumnya: Kaum 'Ad
di Al-Quran namanya
disebutkan sebanyak 7 kali
Dakwah Nabi Hud
Kaum 'Ad tinggal di daerah
al-Ahqaf, tepatnya diantara ar-Rub' al-Khali dan Hadramaut. Allah berfirman, "Ingatlah (Hud) saudara kamu 'Ad, yaitu ketika dia
mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir," (QS.al-Ahqaf [46]: 21).
Allah telah memberikan
mereka tubuh besar dan kuat, sebagaimana terekam dalam firman-Nya, "Ingatlah ketika Dia menjadikan kalian sebagai
khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kalian dalam kekuatan
tubuh dan perawakan," (QS. Al-A'raf [7]: 69).
Kaum 'Ad adalah kabilah Arab yang tinggal di bagian selatan Jazirah Arab setelah
kaum Nabi Nuh yang beriman selamat dari banjir dahsyat. Mereka lalu membangun
rumah, perindustrian, dan memiliki peradaban maju yang belum pernah ada
sebelumnya. Allah melukiskan kota mereka dalam firman-Nya, "Tidakkah
engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) 'Ad?
(Yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum 'Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang
tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri
lain,"(QS. Al-Fajr [89]: 6-8).
Para sejarawan
menggambarkan secara detail kota ini dengan menyebutkan berbagai istana mereka
yang begitu besar, megah, dihiasi batu-batu permata, dan dikelilingi
pagar-pagar tinggi. Beragam nikmat dan kebaikan yang melimpah ruah ini
selayaknya mereka syukuri. Akan tetapi, mereka justru tenggelam dalam
kenikmatan-kenikmatan fisik dan kesenangan duniawi. Mereka lantas menyembah
tiga berhala, yaitu Shada, Shamud, dan Haba.
Allah kemudian mengutus
Nabi Hud untuk mengajak mereka ke jalan yang lurus setelah sebelumnya
menyekutukan Allah. Mereka menyekutukan Allah tanpa didasari bukti nyata. Kaum
'Ad pun menyingkirkan syariat Allah dari kehidupan mereka. Allah berfirman,
"(kaum) 'Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud
berkata kepada mereka, 'Mengapa
kalian tidak bertakwa?Sungguh, aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus)
kepada kalian. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan,
aku tidak meminta imbalan kepada kalian atas ajakan itu; imbalanku hanyalah
dari Rabb seluruh alam. Apakah kalian mendirikan istana-istana pada setiap
tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan kalian membuat
benteng-benteng dengan harapan kalian hidup kekal? dan, apabila kalian
menyiksa, maka kalian lakukan secara kejam dan bengis. Maka, bertakwalah kepada
Allah dan taatlah kepadaku. Dan, tetaplah kalian bertakwa kepada-Nya yang telah
menganugerahkan kepada kalian apa yang kalian ketahui.Dia (Allah) telah
menganugerahkan kepada kalian hewan ternak, anak-anak, kebun-kebun, dan mata
air," (QS. Asy-Syu'ara [26]: 123-134)
Nabi Hud mengajak kaumnya
dengan cara yang baik, tetapi mereka justru menentang ajakan beliau. Allah
berfirman, "Mereka
berkata, 'Apakah kedatanganmu kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja
dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka,
buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!' "(QS. Al-A'raf [7]:
70).
Ketika Hud menggunakan
segala cara yang meyakinkan untuk memberi petunjuk kepada kaumnya, tanda-tanda
kesombongan dari mereka pun mulai tampak dalam menentang ajaran beliau. Mereka
berkata kepada beliau sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an, "mereka menjawab, 'sama saja bagi kami, apakah engkau
memberi nasihat. (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan
orang-orang terdahulu. Dan kami (sama sekali) tidak akan diadzhab,"(QS.
Asy-Syu'ara' [26]: 136-138).
Allah pun meng-adzhab
mereka dengan adzhab yang sangat pedih setelah Nabi Hud beserta pengikutnya
yang beriman diselamatkan. Peristiwa tersebut terekam dalam Al-Qur'an, "Maka ketika mereka melihat adzhab itu berupa awan yang
menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, 'Inilah awan yang akan menurunkan
huja kepada kita.' (Bukan!) Tetapi itulah adzha yang kalian minta agar
disegerakan datangnya, (yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih, yang
menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, sehingga mereka (kaum
'Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat
tinggal mereka. Demikianlah kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa,"(QS. Al-Ahqaf [46]: 24-25).
Wilayah Kaum 'Ad
Al-Qur'an menyebutkan
wilayah kaum 'Ad terbatas di daerah al-Ahqaf. Al-Ahqaf ialah jamak dari hiqf
yang berarti padang pasir. Al-Qur'an tidak menentukan lokasi tepatnya. Akan
tetapi beberapa ahli menyebutkan bahwa wilayah itu berada diantara Yaman dan Oman.
Majalah A m'intresse
Prancis menjelaskan motif hancurnya peradaban kota Iram atau Ubar. Kota
tersebut telah dilanda badai pasir yang sangat dahsyat. Badai pasir itu telah
mampu menimbun kota tersebut dengan ketebalan mencapai sekitar 12 meter.
Peristiwa ini dikuatkan juga oleh Al-Qur'an dalam surah Fushshilat.
"Maka, Kami tiupkan
angin yang sangat bergemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang nahas,
karena Kami ingin agar mereka itu merasakansiksaan yang menghinakan dalam
kehidupan di dunia. Sedangkan adzhab akhirat pasti lebih menghinakan dan mereka
tidak diberi pertolongan," (QS. Fushshilat [41]: 16).
Data sejarah mengungkapkan
bahwa di wilayah al-ahqaf telah terjadi perubahan iklim dari tanah subuh
menjadi gurun sahara. Sebelumnya, daerah tersebut merupakan tanah yang
produktif; wilayahnya luas dan membentang hijau, seperti yang diinformasikan
Al-Quran labih dari 1400 tahun yang lalu.
Gambar yang diperoleh salah
satu satelit buatan milik Badan Antariksa Amerika Serikat (USA), NASA tahun
1990 telah mengungkap tentang sistem saluran dan bendungan kuno yang pernah
dipergunakan kaum 'Ad sebagai irigasi. Bendungan dan saluran air ini mampu
memasok kebutuhan air untuk masyarakat sampai 200.000 orang. Hal itu
sebagaimana pengambilan gambar aliran dua sungai kering yang berada di dekat
pemukiman kaum 'Ad. Salah seorang peneliti yang melakukan penelitian di wilayah
tersebut menyebutkan bahwa wilayah yang berada di sekitar kota Ma'rib sangat
subur. Dipastikan seluruh daerah yang membentang antara kota Ma'rib dan
Hadramaut adalah perkebunan.
Kisah Nabi Hud dan Kaum 'Ad
'Ad adalah nama bapak suatu
suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama Al-Ahqaf terletak di
utara Hadramaut antara Yaman dan Umman, yang termasuk suku tertua sesudah kaum
Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang
besar dan kuat. Mereka dikarunia oleh Allah tanah yang subur dengan
sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan
mereka bercocok tanam untuk bahan makanan mereka. dan memperindah tempat
tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat karunia Tuhan
itu mereka hidup makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat
mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang
hidup di sekelilingnya.
Sebagaimana kaum Nabi Nuh,
kaum Hud (suku 'Ad) ini tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam
semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan
itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat
memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan,
kerugian dan segala musibah. Ajaran Nabi Idris as dan Nabi Nuh as sudah tidak
berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Mereka tenggelam
dalam kenikmatan hidup, berkat tanah yang subur dan memberikan hasil yang
melimpah ruah. Menurut anggapan mereka adalah karunia dan pemberian kedua
berhala yang mereka sembah. Karenanya mereka senantiasa sujud kepada kedua
berhala itu, mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya
dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.
Sebagai akibat dan buah
dari aqidah yang sesat itu, pergaulan hidup mereka dikuasai oleh tuntutan dan
pimpinan Iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar
penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang. Tetapi kebendaan dan
kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan
sewenang-wenang dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah, yang
besar memperkosa yang kecil, dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya.
Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang
didorong oleh hawa nafsu yang merajalela dan menguasai penghidupan mereka,
sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang
menyayangi, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku
'Ad tatkala Allah mengutus Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.
Nabi Hud bersama Kaumnya
Sudah menjadi sunnah Allah
sejak diturunkannya Adam ke bumi bahwa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya
sudah berada dalam kehidupan yang sesat, sudah jauh menyimpang dari
ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau
Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang
sebelumnya. Dan mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalan yang
lurus dan benar, serta mencuci bersih jiwa manusia dari segala tahayul dan
syirik. Kemudian menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang
sesuai dengan fitrah.
Demikianlah, maka kepada
suku 'Ad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi
sehingga tidak mengenal Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuslah kepada
mereka, Nabi Hud seorang dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang
terpandang dan berpengaruh serta terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang
baik, budi pekerti yang luhur dan sangat bijaksana dalam pergaulan dengan
kawan-kawannya. Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya
suku 'Ad kepada tanda-tanda adanya Allah, yang berupa alam sekeliling mereka.
Dan bahwa Allahlah yang menciptakan mereka semua serta memberi karunia kepada
mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah subur, air yang
mengalir serta tumbuh-tumbuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya
mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka sebagai
manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan
diri sujud menyembah batu-batu yang dapat mereka hancurkan sendiri.
Diterangkan oleh Nabi Hud
bahwa dia adalah utusan Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan
yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka, menghidupkan dan
mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak
mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut
mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan
memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka
terhadap ajakan dan dakwahnya. Maka mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan
oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam
dalam air bah akibat kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh,
serta tetap bertahan pada kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung
yang mereka sembah dan puja itu.
Bagi kaum 'Ad seruan dan
dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mereka dengar. Mereka
melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup
mereka serta mengubah peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi
dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari
suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka serta
menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru, yang tidak
mereka kenal dan tidak diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan serta-merta
ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan
negatif terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya
dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.
Berkatalah kaum 'Ad
kepada Nabi Hud:"Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak
anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan sesembahan kami
kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini, dan menyembah tuhan mu yang tidak
dapat kami jangkau dengan pancaindera kami dan tuhan yang menurut kamu tidak
bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan inilah yang telah kami warisi
dari nenek moyang kami dan tidak sesekali kami akan meninggalkannya, bahkan
sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan
jangan mencederai kepercayaan serta agama kami dengan membawa suatu agama baru
yang tidak kami kenal.
"Wahai kaumku! jawab
Nabi Hud, Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk
menyembah-Nya, walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu,
namun kamu dapat melihat dan merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai
ciptaannya. Dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan
matahari, bulan dan bintang-bintangnya, serta bumi dengan gunung-gunungnya,
sungai, tumbuh-tumbuhan, dan binatang-binatang yang kesemuanya bermanfaat bagi
kamu sebagai manusia. Dan membuat kamu dapat menikmati kehidupan yang sejahtera
dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu
kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada bersekutu, tidak beranak dan tidak
diperanakan. Walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia
ada didekatmu, serta mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah lakumu,
mengetahui isi hatimu, denyut jantungmu dan jalan pikiranmu. Tuhan itulah yang
harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada KeEsaan-Nya dan
kekuasaan-Nya, dan bukan patung-patung yang kamu buat dengan tanganmu sendiri,
kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang pasif, tidak
dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya
dan dangkalnya pikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu
dan menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan
Yang Maha Esa itu."
"Wahai Hud!"
jawab kaumnya,"Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan
berpikiran lain daripada yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu
kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri. Bahkan
membuatmu menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami, serta membodohi
kami dan menganggap kami berakal sempit dan berpikiran dangkal? Engkau mengaku
bahwa engkau terpilih menjadi rasul utusan Tuhanmu untuk membawa agama dan
kepercayaan baru kepada kami, dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat
menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa heran dan tidak
dapat diterima akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi utusan
Tuhan. Apakah kelebihan kamu di atas seseorang daripada kami, engkau tidak
lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami, hidup makan minum
dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu?
Sungguh engkau menurut anggapan kami, seorang pendusta besar atau mungkin
engkau berpikiran tidak sehat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu
engkau ejek hina dan cemoohkan."
"Wahai kaumku!"
jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan pikiranku tetap waras
dan sehat tidak kurang sesuatu pun dan ketahuilah bahwa patung-patung yang kamu
pertuhankan itu tidak dapat mendatangkan gangguan atau penyakit bagi badanku
atau pikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kalian,
bahwa aku tidak pernah berdusta dan berbohong. Sepanjang pergaulanku dengan
kalian, tidak pernah terlihat pada diriku tanda-tanda ketidak wajaran
perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan pikiranku dan
kesempurnaan akalku. Aku adalah benar utusan Allah yang diberi amanat untuk
menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat dan sudah
jauh menyimpang dari jalan yang benar, yang diajar oleh nabi-nabi yang
terdahulu. Karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama
terlantar dalam kesesatan, dan hidup dalam kegelapan tanpa diutus-Nya seorang
rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang
diridhai-Nya. Maka percayalah kamu kepadaku, gunakanlah akal pikiranmu,
berimanlah dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam, Tuhan yang
menciptakan kamu, menciptakan langit dan bumi, menurunkan hujan dan menyuburkan
tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Bersembahlah kepada-Nya dan mohon
ampunlah atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu. Agar Dia menambah
rezekimu dan kemakmuran hidupmu dan terhindarlah kamu dari azab dunia
sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat.
Ketahuilah bahwa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kuburmu, dan
dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu di dunia ini, dan amalanmu
yang baik mendapat ganjaran baik, serta yang hina dan buruk akan mendapat
ganjaran api neraka. Aku hanya menyampaikannya risalah Allah kepada kamu, dan
dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa dirimu jika
kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."
Kaum 'Ad menjawab:
"Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahwa engkau telah mendapat
kutukan tuhan-tuhan kami, sehingga menyebabkan pikiran kamu kacau dan akalmu
berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk
akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran
hidup kami dan bahwa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan
menerima segala ganjaran atas segala amalan kami. Mungkinkah kami akan
dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi
tulang-belulang. Dan apakah azab serta siksaan yang engkau ancamkan kepada
kami? Semua ini kami anggap bohong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan
menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan siksa yang
engkau bayang-bayangkan kepada kami. Bahkan kami menentang kepadamu,
datangkanlah apa yang engkau ancamkan itu, jika benar kata-katamu dan bukan
seorang pendusta."
"Baiklah!",
jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap
berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu
kepada berhala-berhala itu. Maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di
mana kamu tidak akan dapat melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi
saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepada
mu, dan akan tetap berusaha sepanjang hidupku memberi penerangan dan tuntunan
kepada jalan yang baik, yang telah digariskan oleh Allah bagi
hamba-hamba-Nya."
Pembalasan Allah Atas Kaum
'Ad
Pembalasan Tuhan terhadap
kaum 'Ad yang tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama
berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga
menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Sehingga mereka tidak memperolehi hasil dari
ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya. Dalam keadaan demikian Nabi
Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu
permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan. Dan bahwa Allah masih memberi
kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan mereka dan kembali beriman
kepada Allah dengan meninggalkan sesembahan mereka yang batil kemudian
bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Sehingga hujan turun kembali dan
terhindar dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum
percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka
bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah
yang mereka hadapi.
Tantangan mereka terhadap
janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud, segera mendapat jawapan dengan
datangnya musibah tahap kedua. Yaitu dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan
dan mega hitam yang tebal di atas mereka, yang disambutnya dengan sorak-sorai
gembira. Karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang
dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat
sikap kaum 'Ad yang sedang bersuka ria itu, berkatalah Nabi Hud: "Mega
hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu, tetapi mega yang akan
membawa kehancuranmu sebagai pembalasan Allah untuk membuktikan kebenaran
kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dustai".
Sesaat kemudian menjadi
kenyataanlah apa yang disampaikan Nabi Hud itu, bahwa bukan hujan yang turun
dari awan yang tebal itu. Tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai
bunyi gemuruh yang merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya, membawa
berterbangan semua perabot-perabot dan harta benda serta melempar jauh
binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Ad menjadi panik, mereka berlari kesana
sini mencari perlindungan. Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu
juga kehilangan anaknya, sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah.
Bencana angin taufan itu berlangsung selama delapan hari tujuh malam, sehingga
menamatkan riwayat kaum 'Ad dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi
pengajaran dan bagi umat-umat yang akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para
sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang
menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah
menjadi sunyi senyap dari kaum 'Ad, pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya
berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia
wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas
sebuah bukit, sekitar 50 km dari kota Siwun, dikunjungi para penziarah yang
datang dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Sya'ban.
Kisah Nabi Hud Dalam
Al-Quran
Kisah Nabi Hud diceritakan
dalam 7 ayat, yaitu Surat Hud [11]: ayat 50, 53, 58, 60, dan 89, Surat
Al-A'raaf [7]: ayat 65, Surat Asy-Syu'araa [26]: ayat 124.
Pengajaran Dari Kisah Nabi
Hud
Nabi Hud telah memberi
contoh dan sistem yang baik serta patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan
ahli penerangan agama. Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala
itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali
membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan hal yang serupa. Tetapi
menolaknya dengan kata-kata yang halus, yang menunjukkan bahwa beliau dapat
menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.
Nabi Hud tidak marah dan
tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan
sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan
berkata:"Aku tidak gila dan bahwa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak
dapat menggangguku atau mengganggu pikiranku sedikit pun, aku ini adalah rasul
utusan Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang yang jujur bagimu,
menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu, agar kamu terhindar dan
selamat dari azab dan siksaan Allah di dunia maupun di akhirat."
Dalam berdialog dengan kaumnya, Nabi Hud selalu berusaha mengetuk
hati nurani mereka dan mengajak mereka berpikir secara rasional, menggunakan
akal dan pikiran yang sehat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima
oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya, kesesatan jalan mereka. Juga
hidayah itu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia
kehendakinya.
Referensi:
* Sami bin Abdullah bin
Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai
Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta,
2008.
* Dr. Syauqi Abu Khalil,
Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an
secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta,
2008.
* Ibnu Katsir, Qishashul
Anbiyaa', hlm 24.
* Ibnu Asakir, Mukhtashar
Taarikh Damasyaqa, IV/224.
* ats-Tsa'labi, Qishashul
Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A.
Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah
Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Departemen Agama RI, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata,
Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us,
keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu'ad Abdul
Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din
'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami,
Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani,
Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani,
Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari
Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.