Nama: Musa bin
Imran
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim
as ⇒ Ishaq as ⇒ Ya'qub as⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Musa as
Usia: 120
tahun
Periode sejarah: 1527 -
1407 SM
Tempat diutus (lokasi): Sinai di
Mesir
Jumlah keturunannya (anak): 2 anak
(namanya Azir dan Jarsyun), dari istrinya yang bernama Shafura
Tempat wafat: Gunung
Nebu (Bukit Nabu') di Jordania (sekarang)
Sebutan kaumnya: Bani
Israil dan Fir'aun (gelar raja Mesir)
di Al-Quran namanya
disebutkan sebanyak 136 kali
Musa (Mose, Musse, Moses)
adalah seorang
nabi yang menerima Kitab Taurat. Nama Musa diberi keluarga Firaun,
"Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi
sungai Nil. Musa mendapat julukan Kalimullah yang artinya orang yang diajak
bicara oleh Allah.
Pengutusan Nabi Musa
Pada masa Nabi Yusuf,
sekelompok bani Israil telah menetap di daerah Mesir setelah bermigrasi dari
negeri Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama tauhid yang berpegang teguh pada
agama Nabi Ibrahim, berbeda dengan para fir'aun yang menyembah patung dan
berhala. Seiring kemajuan zaman, petumbuhan bani Israil pun berkembang pesat.
Para fir'aun khawatir jika
mereka mencampuri urusan politik dan agama kehidupan masyarakat Mesir.
Akhirnya, mereka menyiksa bani Israil dengan siksaan yang pedih. Hal ini
terekam dalam firman Allah, "(ingatlah)
ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka
menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya. Mereka menyembelih
anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan
pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabbmu,"
(QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah kesulitan yang
dialami bani Israil, Allah berkehendak atas kelahiran Musa. Sang ibu pun
menyembunyikan kelahirannya, sebagaimana firman Allah, "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan
apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan
janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji Allah untuk untuk
menjaga bayi ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan istrinya mencari seorang
ibu yang mau menyusui bayi tersebut. Dia pun menemukan ibu Musa dan menyuruhnya
agar menyusui sang bayi.
Musa dibesarkan di
lingkungan istana Fir'aun, di tangan para dukun dan pemuka-pemuka agama mereka.
Ketika dewasa, Allah memberinya ilmu dan hikmah. Pada suatu hari, ada orang
Mesir yang mengejek dan memaksa seseorang bani Israil melakukan suatu pekerjaan
untuknya. Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan Nabi Musa. Dia pun
menolongnya dan memukul orang Mesir itu, dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada hari berikutnya, orang
bani Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir yang lain. Orang bani Israil
itu lantas meminta pertolongan lagi kepada Nabi Musa. Akan tetapi Nabi Musa
malah membentak dan memarahi orang Israil itu karena seringnya dia berbuat
buruk. Orang Israil itu mengira Musa akan membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin membunuhku seperti
orang Mesir kemarin?"
Mendengar cerita pembunuhan
itu, orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan menceritakan apa yang
terjadi. Fir'aun pun segera mengirim pasukan mencari Musa untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, salah seorang yang menyayangi Musa
segera memberi tahunya setelah mendengar sesuatu yang terjadi di istana
Fir'aun. Dia menyuruh Musa pergi meninggalkan bahaya ancaman Fir'aun. Musa pun
pergi meninggalkan Mesir menuju Madyan, daerah di bagian barat laut Jazirah
Arab.
Di Madyan, Musa tinggal di
rumah orang tua yang beriman, yaitu Nabi Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi
Syuaib) melihat keluhuran akhlak dan tanggung jawab Musa yang sangat tinggi,
dia lalu menikahkan Musa dengan salah satu putri beliau. Musa kemudian ingin
kembali ke mesir setelah beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika sampai di Bukit
Tursina, Musa tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah hendak memberikan tugas
kenabian dan wahyu kepadanya. Pada saat itu, malam terasa dingin dan Musa
melihat cahaya api dari kejauhan. Dia lantas menyuruh keluarganya agar tidak
meninggalkan tempat mereka karena dia ingin pergi mencari sedikit api untuk
penerangan. Tatkala dia sampai ke tempat api tersebut, Allah berfirman
kepadanya, "Sungguh,
Aku ini Allah, tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha [20]: 14).
Hal itu kemudian menjadi
tanda awal kenabian Musa sebagai Kalimullah. Permintaan Musa pun dikabulkan dan
Allah mengutus pula saudaranya, Harun sebagai pendampingnya.
Allah memerintahkan mereka
berdua (Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut saat memperingatkan Fir'aun.
Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam semesta kepadamu. Lepaskanlah
bani Israil dan jangan siksa mereka. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti
petunjuk."
Pada saat itulah
kesombongan menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada Musa, "Bukanlah kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?" Dia pun menyebutkan berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan
mulai mengejek dan menuduh Nabi Musa dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun
lalu memerintahkan tukang sihirnya untuk menghadapi mereka berdua. Ahli sihir
Fir'aun pun berdatangan dan melemparkan tali-tali mereka dan menyihirnya
menjadi ular untuk menandingi Musa. Nabi Musa lantas melemparkan tongkatnya
yang kemudian berubah menjadi ular dan menelan ular-ular mereka atas
pertolongan Allah.
Melihat mukjizat itu, para
ahli sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat Allah yang dia bawa. Mereka
juga tidak memedulikan berbagai ancaman Fir'aun. Mereka semua berkata seperti
yang diabadikan al-Qur'an,"Sesungguhnya kami telah beriman kepada
Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah
kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan
lebih kekal (adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun lalu berencana
membunuh Musa dan Harun serta semakin keras menyiksa bani Israil. Nabi Musa
memerintahkan mereka untuk menguatkan jiwa dan bersabar. Dia kemudian berdoa
kepada Allah agar menurunkan adzab yang pedih kepada Fir'aun dan kaumnya. Allah
berfirman,"Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak
dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti yang jelas, tetapi
mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. ),"
(QS. Al-A'raf [7]: 133).
Ketika Fir'aun dan kaumnya
sudah tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang menimpa mereka, dia pun
meminta kepada Musa agar berdoa kepada Allah untuk menghentikan siksaan itu.
Fir'aun kemudian berjanji tidak akan lagi menyiksa bani Israil. Nabi Musa
lantas memohon kepada Allah agar menghentikan siksaan itu dan Allah pun
mengakhirinya. Namun, Fir'aun ingkar janji, dan dia kembali menyiksa bani
Israil untuk kedua kalinya.
Sementara itu, bani Israil
berkumpul dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar dia membawa mereka
keluar dari Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun membawa kaumnya dan berangkat
ke arah negeri Kan'an melewati Sinai. Fir'aun beserta bala tentaranya mengejar
mereka. Namun, Nabi Musa dan Nabi Harun beserta kaumnya dapat menyeberangi laut
dengan mukjizat yang telah Allah berikan kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya
juga ikut menyeberang laut mengejar mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun
beserta seluruh tentaranya.
Nabi Musa dan Nabi Harun
serta bani Israil tiba di padang pasir negeri Sinai. Setelah melihat banyak
perbedaan antara daerah itu dan negeri sungai Nil yang subur (Mesir), mereka
mengajukan berbagai permintaan kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah menerima
Taurat. Di dalamnya terdapat beragam syariat samawiyah. Kaumnya mulai
menyeleweng, terlebih setelah Nabi Musa pergi untuk menerima lembaran wahyu.
As-Samiri telah mempengaruhi bani Israil untuk menyembah anak sapi sehingga
mereka meminta kepada Musa agar dibuatkan patung untuk disembah.
Nabi Musa lantas marah dan
mengecam permintaan mereka. Dia ingin menjadikan sebuah pusat pemerintahan
untuk kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota Ariha (Jericho), tetapi kaumnya
tidak mau dan berkata seperti termaktub dalam al-Qur'an, "Mereka berkata, 'wahai Musa, sampai kapanpun kami tidak
akan memasuki, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau
bersama Rabbmu, dan berperanglah kalian berdua, biarlah kami tetap (menanti) di
sini saja,' " (QS. Al-Ma'idah [5]: 24).
Di saat mereka menolak
untuk masuk negeri yang disucikan itu, Allah membalasnya dengan adzab. Mereka
pun tersesat di lembah Tih selama 40 tahun. Beberapa tahun setelah itu, Nabi
Harun wafat lalu disusul Nabi Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani Israil baru
merasakan buruk dan bodohnya perbuatan serta tingkah laku mereka kepada Nabi
Musa. Karena itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun sebagai Raja. Dialah yang
kemudian membawa mereka menyeberangi sungai Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota
Ariha dan tinggal di sana.
Jasad Fir'aun (Mineptah bin
Ramses II)
Prof. Afifuddin Thabbarah
menyebutkan bahwa Mineptah bin Ramses II menggantikan kepemimpinan ayahnya.
Dialah Fir'aun yang kepadanya Musa diutus Allah untuk mengeluarkan bani Israil
dari Mesir. Dia pula yang mengejar Musa ke laut hingga dia tenggelam bersama
pasukannya. Jasadnya masih utuh hingga saat ini. Allah berfirman, "Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu
agar kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu,"
(QS. Yunus [10]: 92).
Mayatnya ditemukan pada
galian-galian di makam Amenhotep II. Saat ini, jasadnya berada di museum Mesir.
Penulis berhenti sejenak untuk melihat jasadnya dan memohon kepada Allah agar
terhindar dari akhir kehidupan yang buruk. Pantas disebutkan bahwa peninggalan
makam Mineptah tidak dipersiapkan layaknya pemakaman untuk raja seperti dia.
Sebab, kematiannya tidak diperkirakan hingga tidak disediakn kuburan khusus.
Piramid
Para fir'aun Mesir meyakini
kekekalan jiwa dan kehidupan kedua setelah kematian. Karena itu, mereka sangat
memerhatikan pembangunan makam dengan beragam bentuk. Contohnya, mashtabah
(makam yang digali berbentuk kursi teras dari batu); bangunan bertangga seperti
Piramida Saqqarah, makam berbentuk seperti Piramida di Giza.
Piramida selalu terdiri
dari beberapa lorong dan ruangan yang tidak berjendela. Di salah satu ruangan
rahasianya terdapat makam Fir'aun. Selain itu, ada juga pemakaman yang dipahat
di batu. Bagian pertama piramida berbentuk ruang bawah tanah dengan banyak tikungan,
turunan, dan tangga lalu bercabang ke berbagai tempat. Pada salah satu ruangan,
secara rahasia diletakkan jasad. Setelah para arkeolog mengungkap berbagai
penemuan yang terus berkembang, mereka telah mampu menemukan semakin banyak
mumi berbalsem. Namun, ilmu modern masih kesulitan untuk memecahkan rahasia
ilmiahnya.
Ringkasan Kisah Musa
Nabi Musa dan Nabi Harun
diutus Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Beliau merupakan
anak Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Nabi Harun,
dilahirkan di Mesir pada pemerintahan Ramses Akbar sang Firaun.
Pada masa kelahiran Musa,
Firaun membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Tindakan itu diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal kerajaan yang
menafsirkan mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan penduduknya mati,
kecuali kaum Israel, sedangkan paranormalnya mengatakan kekuasaan Fir'aun akan
jatuh ke tangan seorang laki-laki dari bangsa Israel. Karena cemas, dia
memerintahkan setiap rumah digeledah dan jika menemukan bayi laki-laki, maka
bayi itu harus dibunuh.
Yukabad melahirkan seorang
bayi laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahasiakan. Karena risau dengan
keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia 3
bulan. Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang mandi dan
kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa seorang bayi laki-laki,
Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata: "Jangan
membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti
anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai anak." Dengan kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati
untuk membunuh Musa.
Kemudian istri Firaun
mencari pengasuh, tetapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan
baik, dia menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri mengajukan
diri untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun. Diceritakan dalam
Al-Quran: "Maka
Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita
dan supaya dia mengetahui janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya."
Pada suatu hari, Firaun
memangku Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa
hingga dia kesakitan, lalu berkata: "Wahai istriku, mungkin anak inilah
yang akan menjatuhkan kekuasaanku." Istrinya berkata: "Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan belum
mengetahui apa pun." Sejak
berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu sehingga orang
memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi keluarga Firaun.
"Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi
sungai Nil.
Musa mendapat julukan
Kalimullah yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Bahkan tidak
jarang dia berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat
dekat dengan Sang Kekasih Yang Maha Pengasih. Namun, melihat julukan yang
diberikan oleh Allah pada diri Musa, tampaknya Musa memang satu-satunya Nabi
yang memperoleh keistimewaan itu.
Pada satu peristiwa Musa
meninjau sekitar kota dan kemudian beliau melihat dua laki-laki sedang
berkelahi, yang seorang dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan seorang
lagi bangsa Mesir, bernama Fatun. Melihat perkelahian itu, Musa mau melerai
mereka, tetapi ditepis Fatun. Tanpa sengaja Musa lalu mengayunkan satu batu ke
atas Fatun, dan Fatun tersungkur kemudian meninggal dunia.
Ketika laki-laki itu
meninggal dunia karena tindakannya, Musa memohon ampun kepada Allah seperti
dinyatakan dalam al-Quran: "Musa
berdoa: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiayai diriku sendiri karena
itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tetapi, tidak lama kemudian
orang banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan Musa dan berita itu
disampaikan kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka akan menangkap Musa.
Karena terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir. Beliau berjalan
tanpa arah dan tujuan, akhirnya, beliau sampai di kota Madyan, yaitu kota Nabi
Syu'aib di timur Semenanjung Sinai dan Teluk Aqabah di selatan Palestina.
Musa tinggal di rumah Nabi
Syu’aib beberapa lama, kemudian menikah dengan anak gadisnya bernama Shafura.
Selepas menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta izin Syu’aib
untuk pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa dan isterinya tiba
di Bukit Sinai. Dari jauh, beliau melihat api, lalu terpikir ingin
mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya
sebentar untuk mendapatkan api itu. Sampai di tempat api menyala itu, beliau
menemukan api menyala pada sebatang pohon, tetapi tidak membakar pohon
tersebut. Ini membingungkannya dan ketika itu beliau mendengar suara wahyu
daripada Tuhan: "....Wahai
Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan semesta alam."
Kemudian Allah berfirman
lagi: "Dan
lemparkan tongkatmu, kemudian tongkat itu menjadi ular, Musa mundur tanpa
menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku, janganlah kamu takut, sungguh kamu
termasuk orang yang aman." Tongkat
menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang
dikurniakan Allah kepada Musa.
Firaun cukup marah
mengetahui kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain, sehingga Firaun
memanggil semua ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat Musa. Ahli sihir
Firaun masing-masing mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali
lalu menjadi ular. Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan ular
besar yang berasal dari tongkat Musa.
Firman Allah: "Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia
akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanya
tipu daya tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia
datang."
Semua keajaiban ahli sihir
itu dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat tersebut. Hal ini menyebabkan
sebagian pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa Musa.
Hal ini membuat Firaun marah, sehingga menghukum mereka semua.
Nabi Musa bersama orang
beriman terpaksa melarikan diri sehingga mereka sampai di Laut Merah. Namun,
Firaun dan tentaranya yang sudah marah, mengejar mereka dari belakang, akhirnya
Firaun dan pengukitnya (tentaranya) mati tenggelam di dasar Laut Merah.
Al-Quran menceritakan: "Dan ingatlah ketika Kami belah laut
untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya
sedang kamu sendiri menyaksikan."
Selepas keluar dari Mesir,
Nabi Musa bersama sebagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke
Bukit Sina untuk mendapatkan kitab Allah. Namun, sebelum itu Musa disyaratkan
berpuasa. Sewaktu bermunajat, Musa berkata: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu." Allah
berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat bukit
itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala, maka niscaya
engkau dapat melihatku." Musa terus memandang ke arah bukit yang
dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur. Musa terperanjat dan
gementar seluruh tubuhnya lalu pingsan.
Ketika sadar, Musa terus
bertasbih dan memuji Allah, sambil berkata: "Maha
besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan
menjadi orang pertama beriman kepadaMu." Sewaktu bermunajat, Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat.
Menurut ahli tafsir, kitab itu berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya
terperinci segala panduan ke jalan yang diredhai Allah.
Sebelum Musa pergi ke bukit
itu, beliau berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih dari
30 hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa mencukupkan 40 hari
puasa. Bani Israel kecewa karena Musa tidak segera kembali kepada mereka. Ketiadaan
Musa membuat mereka seolah-olah dalam kegelapan dan ada antara mereka berpikir
keterlaluan dengan menyangka beliau tidak akan kembali lagi. Dalam keadaan
tidak menentu itu, seorang ahli sihir dari kalangan mereka bernama Samiri
mengambil kesempatan menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan Musa
tersesat dalam mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga, Samiri
membuat sapi betina dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, dan patung itu
dijadikan Samiri bersuara. Kemudian Samiri berseru: "Wahai
kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada lagi dan tidak ada gunanya kita
menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita sembah anak sapi yang terbuat
dari emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan kita yang patut
disembah."
Selepas itu, Musa kembali
dan melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Beliau marah dengan tindakan
Samiri. Firman Allah: "Kemudian
Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: wahai
kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik. Apakah
sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki supaya kemurkaan
Tuhanmu menimpamu, karena itu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku."
Musa bertanya kepada
Samiri, seperti diceritakan dalam al-Quran: "Berkata
Musa; apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri, Samiri menjawab: Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam
tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak sapi itu.
Demikianlah aku menuruti dorongan nafsuku."
Kemudian Musa berkata: "Pergilah kamu dan pengikutmu dariku,
patung anak sapi itu akan aku bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya
engkau akan mendapat siksa."
Bertemu dengan Khidir
Ditengah-tengah kutbah Musa
dihadapan Bani Israil, ada salah seorang yang bertanya kepada Musa, dengan
pertanyaannya, apakah ada manusia yang paling pandai saat ini. Musa hanya
menjawab dialah orang yang pandai dimuka bumi ini. Dengan pernyataan Musa
inilah Allah Maha Mendengar siapa yang berkata baik dengan diucapkan maupun
tidak. Allah langsung menegur Musa dengan firmanNya," Wahai Musa, Aku
mempunyai hamba yang lebih pandai dari kamu" Setelah Musa mendapat teguran
Allah, dia sangat terkejut dan dengan tunduk berkata," Dimanakah kami
dapat bertemu hambaMu yang lebih pandai dari aku". Kemudian Allah
menjawab," Hamba-Ku bisa ditemui disuatu tempat yang disebut Majma Al
Bahrain". Dari sinilah awal pencarian Musa untuk bertemu hamba Allah yang
lebih pandai darinya yang kita kenal dengan Nabi Khidir.
Referensi:
* Sami bin Abdullah bin
Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai
Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
* Dr. Syauqi Abu Khalil,
Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an
secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta,
2008.
* Ibnu Katsir, Qishashul
Anbiyaa', hlm 24.
* Ibnu Asakir, Mukhtashar
Taarikh Damasyaqa, IV/224.
* ats-Tsa'labi, Qishashul
Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A.
Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah
Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Departemen Agama RI,
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah
Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us,
keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu'ad Abdul
Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din
'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami,
Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani,
Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani,
Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari
Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.